Jumat, 13 Januari 2012
Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik
ntuk
mengetahui perkembangan peserta didik, khususnya para remaja, adalah
hal yang tidak mudah. Ibarat teka-teki besar yang harus dipecahkan,
untuk memahami perkembangan psikologis remaja, seorang pendidik harus
dapat membuka kunci-kunci rahasia yang dirancang dalam suatu sistem
pembelajaran yang menyeluruh dan integral. Kemampuan pendidik untuk
melakukan improvisasi sehingga proses pembelajaran menjadi menyenangkan
dan membuat peserta didik menjadi betah, yang akan menunjukkan
keberhasilan seorang pendidik. Buku ini dirancang sebagai buku
pegangan mata kuliah Perkembangan Peserta Didik mahasiswa kependidikan
pada mata kuliah dasar keahlian (MKDK). Bagi para calon pendidik di SMP
dan SMA berarti para siswanya telah mencapai usia remaja. Oleh karena
itu, buku ini lebih menekankan pada perkembangan psikologi remaja. Meskipun ditulis oleh dua orang ahli pendidikan sebagai buku teks, buku ini juga menarik dibaca khalayak umum yang tertarik dengan masalah perkembangan remaja. |
|
|||
|
materi perkembangan peserta didik
Motivasi Belajar -
Motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai “ daya
penggerak yang telah menjadi aktif” (Sardiman,2001: 71). Pendapat lain
juga mengatakan bahwa motivasi adalah “ keadaan dalam diri seseorang
yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan”
(Soeharto dkk, 2003 : 110)
Dalam buku psikologi pendidikan Drs. M. Dalyono memaparkan bahwa
“motivasi adalah daya penggerak/pendorong untuk melakukan sesuatu
pekerjaan, yang bisa berasal dari dalam diri dan juga dari luar”
(Dalyono, 2005: 55).
Dalam bukunya Ngalim Purwanto, Sartain mengatakan bahwa motivasi adalah
suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang
mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang
(incentive). Tujuan adalah yang membatasi/menentukan tingkah laku
organisme itu (Ngalim Purwanto, 2007 : 61).
Dengan demikian motivasi dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan
untuk terjadinya percepatan dalam mencapai tujuan pendidikan dan
pembelajaran secara khusus.
Belajar dalam arti luas dapat diartikan sebagai suatu proses yang
memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil
dari terbentuknya respon utama, dengan sarat bahwa perubahan atau
munculnya tingkah laku baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan
atau oleh adanya perubahan sementara oleh suatu hal (Nasution, dkk:
1992: 3).
Belajar adalah suatu proses yamg ditandai dengan adanya perubahan pada
diri seseorang. Perubahan dalam diri seseorang dapat ditunjukkan dalam
berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuannya, pemahamannya, sikap
dan tingkah lakunya, keterampilan dan kemampuannya, daya reaksinya,
daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu
(Sudjana,2002 :280).
Djamarah mengemukakan bahwa belajar adalah “suatu aktifitas yang
dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang
telah dipelajari” (Djamarah,1991:19-21).
Sedangkan menurut Slameto belajar adalah ”merupakan suatu proses usaha
yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu
itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya” (Slameto, 2003 : 2).
Belajar merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk mendapat dari
bahan yang dipelajari dan adanya perubahan dalam diri seseorang baik
itu pengetahuan, keterampilan, maupun sikap dan tingkah lakunya.
Motivasi belajar merupakan sesuatu keadaan yang terdapat pada diri
seseorang individu dimana ada suatu dorongan untuk melakukan sesuatu
guna mencapai tujuan.
2.. Jenis-jenis Motivasi Belajar
Berbicara tentang jenis dan macam motivasi dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang. Sardiman mengatakan bahwa motivasi itu sangat bervariasi
yaitu:
1. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya * Motif-motif bawaan
adalah motif yang dibawa sejak lahir * Motif-motif yang dipelajari
artinya motif yang timbul karena dipelajari.
2. Motivasi menurut pembagiaan dari woodworth dan marquis dalam
sardiman: * Motif atau kebutuhan organismisalnya, kebutuhan minum,
makan, bernafas, seksual, dan lain-lain. * Motof-motif darurat
misalnya, menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, dan sebagainya.
* Motif-motif objektif
3. Motivasi jasmani dan rohani * Motivasi jasmani, seperti, rileks,
insting otomatis, napas dan sebagainya. * Motivasi rohani, seperti
kemauan atau minat.
4. Motivasi intrisik dan ekstrinsik * Motivasi instrisik adalah
motif-motif yang terjadi aktif atau berfungsi tidak perlu diransang
dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk
melakukan sesuatu. * Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif
dan berfungsi karena adanya peransang dari luar. (Sardiman, 1996: 90).
Pendapat lain mengemukakan bahwa dua jenis motivasi yaitu sebagai
berikut:
“Motivasi primer, adalah motivasi yang didasarkan atas motif-motif
dasar. Motivasi skunder, adalah yang dipelajari” (Dimyanti dan
Mudjiono, 1999:88).
Adanya berbagai jenis motivasi di atas, memberikan suatu gambaran
tentang motif-motif yang ada pada
setiap individu. Adapun motivasi yang berkaitan dengan mata pelajaran
bahasa arab adalah motivasi ekstrinsik, dimana motivasi ini membutuhkan
ransangan atau dorongan dari luar misalnya, media, baik media visual,
audio, maupun audio visual serta buku-buku yang dapat menimbulkan dan
memberikan inspirasi dan ransangan dalam belajar.
Adapun bentuk motivasi yang sering dilakukan disekolah adalah memberi
angka, hadiah, pujian, gerakan tubuh, memberi tugas, memberi ulangan,
mengetahui hasil, dan hukuman. (Djmarah dan zain, 2002 : 168). Dari
kutipan di atas, maka penulis dapat menjelaskan hal tersebut sebagai
berikut:
a) Memberi angka
Memberikan angka (nilai) artinya adalah sebagai satu simbol dari hasil
aktifitas anak didik. Dalam memberi angka (nilai) ini, semua anak didik
mendapatkan hasil aktifitas yang bervariasi. Pemberian angka kepada
anak didik diharapkan dapat memberikan dorongan atau motivasi agar
hasilnya dapat lebih ditingkatkan lagi.
b) Hadiah
Maksudnya adalah suatu pemberian berupa kenang-kenangan kepada anak
didik yang berprestasi. Hadiah ini akan dapat menambah atau
meningkatkan semangat (motivasi) belajar siswa karena akan diangap
sebagai suatu penghargaan yang sangat berharga bagi siswa.
c) Pujian
Memberikan pujian terhadap hasil kerja anak didik adalah sesuatu yang
diharapkan oleh setiap individu. Adanya pujian berarti adanya suatu
perhatian yang diberikan kepada siswa, sehingga semangat bersaing siswa
untuk belajar akan tinggi.
d) Gerakan tubuh
Gerakan tubuh artinya mimik, parah, wajah, gerakan tangan, gerakan
kepala, yang membuat suatu perhatian terhadap pelajaran yang
disampaikan oleh guru. Gerakan tubuh saat memberikan suatu respon dari
siswa artinya siswa didalam menyimak suatu materi pelajaran lebih mudah
dan gampang.
e) Memberi tugas
Tugas merupakan suatu pekerjaan yang menuntut untuk segera
diselesaikan. Pemberian tugas kepada siswa akan memberikan suatu
dorongan dan motivasi kepada anak didik untuk memperhatikan segala isi
pelajaran yang disampaikan.
f) Memberikan ulangan
Ulangan adalah strategi yang paling penting untuk menguji hasil
pengajaran dan juga memberikan motivasi belajar kepada siswa untuk
mengulangi pelajaran yang telah disampaikan dan diberikan oleh guru.
g) Mengetahui hasil
Rasa ingin tahu siswa kepada sesuatu yang belum diketahui adalah suatu
sifat yang ada pada setiap manusia. Dalam hal ini siswa berhak
mengetahui hasil pekerjaan yang dilakukannya.
h) Hukuman
Dalam proses belajar mengajar, memberikan sanksi kepada siswa yang
melakukan kesalahan adalah hal yang harus dilakukan untuk menarik dan
meningkatkan perhatian siswa. Misalnya memberikan pertanyaan kepada
siswa yang bersangkutan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Dalam aktifitas belajar, seorang individu membutuhkan suatu dorongan
atau motivasi sehingga sesuatu yang diinginkan dapat tercapai, dalam
hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi belajar antara lain:
1. Faktor individual
Seperti; kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi,
dan faktor pribadi.
2. Faktor sosial
Seperti; keluaga atau keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya,
alat-alat dalam belajar, dan motivasi sosial ( Purwanto, 2002 : 102)
Dalam pendapat lain, faktor lain yang dapat mempengaruhi belajar yakni:
a) Faktor-faktor intern
1. Faktor jasmaniah * Faktor kesehatan * Faktor cacat tubuh
2. Faktor fhsikologis * Intelegensi * Minat dan motivasi * Perhatian
dan bakat * Kematangan dan kesiapan
3. Faktor kelelahan * Kelelahan jasmani * Kelelahan rohani
b) Faktor ekstern
1. Faktor keluarga * Cara orang tua mendidik * Relasi antara anggota
keluarga * Suasana rumah * Keadaan gedung dan metode belajar
2. Faktor sekolah * Metode mengajar dan kurikulum * Relasi guru dan
siswa * Disiplin sekolah * Alat pengajaran dan waktu sekolah * Keadaan
gedung dan metode belajar * Standar pelajaran di atas ukuran dan tugas
rumah
3. Faktor masyaraka * Kegiatan siswa dalam masyarakat * Mass media dan teman bergaul *
Bentuk kehidupan masyarakat (Slameto, 1997 :71) Adanya berbagai faktor
yang mempengaruhi belajar siswa di atas, peneliti dapat memahami bahwa
adanya faktor tersebut dapat memberikan suatu kejelasan tentang proses
belajar yang dipahami oleh siswa. Dengan demikian seorang guru harus
benar-benar memahami dan memperhatikan adanya faktor tersebut pada
siswa, sehingga didalam memberikan dan melaksanakan proses belajar
mengajar harus memperhatikan faktor tersebut, baik dari psikologis,
lingkungan dengan kata lain faktor intern dan ekstren.
Terkait dengan hal yang tersebut di atas, maka Dimyanti dan Mudjiono
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar
antara lain:
1. Cita-cita / aspirasi siswa
2. Kemampuan siswa
3. Kondisi siswa dan lingkungan
4. Unsur-unsur dinamis dalam belajar
5. Upaya guru dalam membelajarkan siswa. (Dimyati dan Mudjiono, 1999 :
100)
Adapun penjelasan faktor tersebut adalah:
1. Cita-cita / aspirasi
Cita-cita merupakan satu kata tertanam dalam jiwa seorang individu.
Cita-cita merupakan angan-angan yang ada di imajinasi seorang individu,
dimana cita-cita tersebut dapat dicapai akan memberikan suatu
kemungkinan tersendiri pada individu tersebut. Adanya cita-cita juga
diiringi oleh perkembangan dan pertumbuhan keperibadian individu yang
akan menimbulkan motivasi yang besar untuk meraih cita-cita atau
kegiatan yang diinginkan.
2. Kemampuan siswa
Kemampuan dan kecakapan setiap individu akan memperkuat adanya
motivasi. kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan membaca, memahami
sehingga dorongan yang ada pada diri individu akan makin tinggi.
3. Kondisi siswa dan lingkungan
Kondisis siwa adalah kondisi rohani dan jasmani. Apabila kondisi stabil
dan sehat maka motivasi siswa akan bertambah dan prestasinya akan
meningkat. Begitu juga dengan kondisi lingkungan siswa (keluarga dan
masyarakat) mendukung, maka motivasi pasti ada dan tidak akan
menghilang.
4. Unsur dinamis dan pengajaran
Dinamis artinya seorang individu dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar, tempat dimana seorang individu akan memperoleh
pengalaman.
5. Upaya guru dalam pengajaran siswa
Guru adalah seorang sosok yang dikagumi dan insan yangt mempunyai
peranan penting dalam dunia pendidikan. Seorang guru dituntut untuk
profesional dan memiliki keterampilan.
Dalam suatu kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan tidak terlepas
adanya fungsi dan kegunaan. Motivasi dalam belajar yang merupakan suatu
dorongan memiliki fungsi, yang dikemukakan oleh seorang ahli yaitu: *
Mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak. Motif untuk berfungsi
sebagai penggerak atau sebagai motor penggerak melepaskan energi. *
Menentukan arah perbuatan yaitu petunjuk suatu tujuan yang hendak
dicapai * Menyelesaikan perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan
apa yang akan dikerjakan ynag serasi guna mencapai tujuan dengan
menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut. (Purwanto, 2002 : 70).
Disamping itu ada juga fungsi lain dari motivasi yaitu “motivasi adalah
sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi” (Sardiman, 2001 : 83).
Jelaslah bahwa fungsi motivasi itu memberikan suatu nilai atau
itensitas tersendiri dari seorang siswa dalam meningkatkan motivasi
belajar dan prestasi belajarnya.
Daftar Pustaka
A.M. Sardiman, 2005, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Purwanto Ngalim, 2002, Administrasi Dan Supervisi Pendidikan, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Nasution S., 2004, Didaktik Asas-asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara
Read more at: http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/05/motivasi-belajar-siswa.html
Copyright aadesanjaya.blogspot.com A. KREATIVITAS DAN TEORI BELAHAN OTAK
Perkembangan kreativitas sangat erat kaitannya dengan perkembangan kognitif individu karena kreativitas sesungguhnya merupakan perwujudan dari pekerjaan otak. Para pakar kreativitas, misalnya Clark (1988) dan Gowan (1989) melalui Teori Belahan Otak (Hemisphere Theory) mengatakan bahwa sesungguhnya otak manusia itu menurut fungsinya terbagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kiri (left hemisphere) dan belahan otak kanan (right hemisphere). Otak belahan kiri mengarah kepada cara berfikir konvergen (convergen thinking), sedangkan otak belahan kanan mengarah kepada cara berfikir menyebar (difergent thinking).
Berkenaan dengan teori belahan beserta fungsinya ini (Clark, 1983: 24) mengemukakan sejumlah fungsi otak sesuai dengan belahannya itu sebagaimana tertera pada table berikut ini.
Fungsi Belahan Otak Kiri dan Belahan Otak Kanan
(Clark, 1983: 24)
No. Belahan Otak Kiri
(Left Hemisphere)
1.Math, history, language
2.Verbal, limit sensory, input
3.Sequential, measurable
4.Analytic
5.Comparative
6.Relational
7.Referential
8.Linier
9.Logical
10.Digital
11.Scientific, technological
Belahan Otak Kanan
(Right Hemisphere)
1.Self , elaborates and increases variabels,
2.inventive
3.Nonverbal perception and expressiveness
4.Spatial
5.Intuitive
6.Holistic
7.Integrative
8.Nonreferential
9.Gestalt
10.Imagery ,Better at depth perception
11.facial recognition
Mystical, humanistic
B. PENGERTIAN KREATIVITAS SECARA UMUM
Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda oleh para pakar berdasarkan sudut pandang masing-masing. Barron (1982: 253) mendefinisikan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Guilford (1970: 236) menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai cirri-ciri seorang kreatif. Guilford mengemukakan dua cara berpikir, yaitu cara berpikir konvergen dan divergen. Cara berpikir konvergen adalah cara-cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan pandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan cara berpikir divergen adalah kemampuan individu untuk mencari berbagai alternative jawaban terhadap suatu persoalan.
Utami Munandar (1992: 47) mendefinisikan kreativitas sebagai berikut. “Kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengolaborasi suatu gagasan.” Utami Munandar (1992: 51) menekankan bahwa kreativitas sebagai keseluruhan kepribadian merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya.
Rogers (Utami Munandar, 1992: 51) mendefinisikan kreativitas sebagai proses munculnya hasil-hasil baru ke dalam tindakan. Hasil-hasil baru itu muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang berinteraksi dengan individu lain, pengalaman, maupun keadaan hidupnya. Demikian juga Drevdahl (Hurlock, 1978: 325) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat berwujud kreativitas imajenatif atau sintesis yang mingkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.
Berdasarkan berbagai definisi kreativitas itu, Rodhes (Torrance, 1981) mengelompokkan definisi-definisa kreativitas ke dalam empat kategori, yaitu product, person, procces, dan press.
Product menekankan kreativitas dari hasil karya kreatif, baik yang sama sekali baru maupun kombinasi karya-karya lama yang menghasilkan sesuatu yang baru. Person memandang kreativitas dari segi ciri-ciri individu yang menandai kepribadian orang kreatif atau yang berhubungan dengan kreativitas. Procces menekankan bagaimana proses kreatif itu berlangsung sejak dari mulai tumbuh sampai dengan berwujudnya perilaku kreatif. Adapun press menekankan pada pentingnya faktor-faktor yang mendukung timbulnya kreativitas pada individu.
Jadi, yang dimaksud dengan kreativitas adalah cirri-ciri khas yang dimiliki oleh individu yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru atau kombinasi dari karya-karya yang telah ada sebelumnya, menjadi sesuatu karya baru yang dilakukan melalui interaksi dengan lingkungannya untuk menghadapi permasalahan, dan mencari alternatif pemecahannya melalui cara-cara berpikir divergen.
C. PENGERTIAN KREATIVITAS MENURUT TORRANCE
Seorang ahli yang sangat menekankan pentingnya dukungan faktor lingkungan bagi berkembangnya kreativitas adalah Torrance (1981: 47). Ia mengatakan bahwa agar potensi kreatif individu dapat diwujudkan, diperlukan kekuatan-kekuatan pendorong dari luar yang didasari oleh potensi dalam diri individu itu sendiri. Menurut Torrance (1981: 48), kreativitas itu bukan semata-mata merupakan bakat kreatif atau kemampuan kreatif yang dibawa sejak lahir, melainkan merupakan hasil dari hubungan interaktif dan dialektis antara potensi kreatif individu dengan proses belajar dan pengalaman dari lingkungannya.
Torrence (1981: 47) medefinisikan kreativitas itu sebagai proses kemampuan memahamikesenjanga-kesenjangan-kesenjangan atau hambatan-hambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru, dan mengomunikasikan hasil-hasilnya, serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan. Untuk dapat melakukan semua itu diperlukan adanya dorongan dari lingkungan yang didasari oleh potensi kreatif yang telah ada dalam dirinya. Dengan demikian, terjadi saling menunjang antara faktor lingkungan dengan potensi kreatif yang telah dimiliki sehingga dapat mempercepat berkembangnya kreativitas pada individu yang bersangkutan.
D. PENDEKATAN TERHADAP KREATIVITAS
Pendekatan dalam studi kreativitas dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pendekatan psikologis dan pendekatan sosiologis (Torrance, 1981; Dedi Supriadi, 1989). Pendekatan psikologis lebih melihat kreativitas dari segi kekuatan yang ada dalam diri individu sebagai faktor-faktor yang menentukan kreativitas. Salah satu pendekatan psikologis yang digunakan untuk menjelaskan kreativitas adalah pendekatan holistik.
Clark (1988) menggunakan pendekatan holistic untuk menjelaskan konsep kreativitas dengan berdasarkan pada fungsi-fungsi berpikir, merasa, mengindra, dan intuisi. Clark menganggap bahwa kreativitas itu mencakup sintesis dari fungsi-fungsi thinking, feeling, sensing, dan intuiting.
Thinking merupakan berpikir rasional dan dapat diukur serta dikembangkan melalui latihan-latihan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Feeling menunjuk pada suatu tingkat kesadaran yang melibatkan segi emosional. Sensing menunjuk pada suatu keadaan ketika dengan bakat yang ada diciptakan suatu produk baru yang dapat dilihat atau didengar oleh orang lain. Intuiting menuntut adanya suatu tingkat kesadaran yang tinggi yang dihasilkan dengan cara membayangkan, berfantasi, dan melakukan terobosan ke daerah prasadr dan tak sadar.
Pendekatan sosiologis berasumsi bahwa kreativitas individu merupakan hasil dari proses interaksi sosial, di mana individu dengan segala potensi dan disposisi kepribadiannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial tempat individu itu berada, yang meliputi ekonomi, politik, kebudayaan, dan peranan keluarga.
Upaya mempelajari kreativitas dengan menggunakan pendekatan sosiologis, pertama-tama dilakukan oleh Kroeber pada tahun 1914 yang kemudian dilaporkan dalam sebuah karyanya yang berjudul Configuration of Culture (Dedi Supriadi, 1989: 84). Dalam menganalisisnya, Kroeber menggunakan tiga konfigurasi, yaitu waktu, ruang, dan derajat prestasi suatu peradaban. Berdasarkan analisis yang dilakukan, Kroeber mengambil suatu kesimpulan bahwa munculnya orang-orang kreatif tinggi dalam sejarah merupakan refleksi dari pola perkembangan nilai-nilai sosial.
Penelitian yang dilakukan oleh Gray pada tahun 1958, 1961, dan 1966, kembali menekankan dominannya peranan sosial dalam perkembangan kreativitas (Dedi Supriadi, 1989: 85). Dengan focus perkembangan kebudayaan Barat, Gray menemukan bahwa faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, dan peranan keluarga yang kondusif menentukan dinamika dan irama perkembangan kreativitas. Penelitian Naroll dan kawan-kawan (1971) yang dilakukan di India, Cina, Jepang, dan Negara-negara Islam menunjukkan bahwa ada periode-periode tertentu dalam setiap perkembangan kebudayaan yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas secara maksimal sehingga dapat muncul orang-orang kreatif. Sebaliknya, ada juga periode-periode tertentu yang justru mengekang berkembangnya kreativitas.
Arieti (1976) mengemukakan beberapa faktor sosiologis yang kondusif bagi perkembangan kreativitas, yaitu
1. Tersedianya sarana-sarana kebudayaan,
2. Keterbukaan terhadap keragaman cara berpikir,
3. Adanya keleluasaan bagi berbagai media kebudayaan,
4. Adanya toleransi terhadap pandangan-pandangan yang divergen, dan
5. Adanya penghargaan yang memadai terhadap orang-orang yang berprestasi.
E. PERKEMBANGAN KREATIVITAS
Perkembangan kreativitas juga merupakan perkembangan proses kognitif maka kreativitas dapat ditinjau melalui proses perkembangan kognitif berdasarkan teori yang diajukan oleh Jean Piaget. Menurut Jean Piaget (McCormack, 1982) ada empat tahap perkembangan kognitif, yaitu sebagai berikut.
1. Tahap Sensori-Motoris
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Menurut Piaget (Bybee dan Sund, 1982), pada tahap ini interaksi anak dengan lingkungannya, termasuk orang tuanya, terutama dilakukan melalui perasaan dan otot-ototnya. Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya, termasuk juga dengan orang tuanya, anak mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan, melakukan berbagai gerakan, dan secara perlahan-lahan belajar mengoordinasikan tindakannya.
Mengenai kreativitasnya, menurut Piaget, pada tahap ini belum memiliki kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya. Sebab, pada tahap ini tindakan anak masih berupa tindakan fisik yang bersifat refleksi, pandangannya terhadap objek masih belum permanent, belum memiliki konsep ruang dan waktu, belum memiliki konsep tentang sebab-akibat, bentuk permainannya masih merupakan pengulangan refleks-refleks, belum memiliki tentang diri ruang, dan belu memiliki kemampuan berbahasa.
Piaget juga mengatakan bahwa kemampuan yang paling tinggi pada tahap ini terjadi pada umur 18-24 bulan, yaitu sudah mulai terjadi transisi dari representasi tertutup menuju representasi terbuka. Pada umur ini, anak sudah mulai dapat mereproduksikan sesuatu yang ada dalam memori dan dapat menggunakan simbol-simbol untuk merujuk kepada objek-objek yang tidak ada.
2. Tahap Praoperasional
Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tetapi oleh unsure perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya.
Pada tahap ini, menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), anak sangat bersifat egosentris sehingga seringkali mengalami masalah dalam berinteraksi dalam lingkungannya, termasuk dengan orang tuannya. Pada akhir tahap ini, menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), kemampuan mengembangkan kreativitas sudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai mengembangkan memori dan telah memiliki kemampuan untuk memikirkan masa lalu dan masa yang akan datang, meskipun dalam jangka pendek. Di samping itu, anak memiliki kemampuan untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa alam di lingkunganya secara animistik dan antropomorfik. Penjelasan animistic adalah menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan perumpamaan hewan. Adapun penjelasan antropomorfik adalah menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan perumpamaan manusia.
3. Tahap Operasional Konkret
Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak mulai menyesuaikan diri dengan relitas konkret dan berkembang rasa ingin tahunya. Menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), interaksinya dengan lingkungan, termasuk dengan orang tua, sudah semakin berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah semakin berkurang.
Menurut Jean Piaget kreativitasnya juga sudah semakin berkembang. Faktor-faktor memungkinkan semakin berkembangnya kreativitas itu adalah sebagai berikut.
1. Anak sudah mulai mampu menampilkan operasi-operasi mental.
2. Anak mulai mampu berpikir logis dalam bentuk sederhana.
3. Anak mulai berkembang kemampuannya untuk memelihara identitas diri.
4. Konsep tentang ruang sudah semakin meluas.
5. Anak sudah amat menyadari akan adanya masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
6. Anak sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya masih memerlukan bantuan ojek-objek konkret.
4. Tahap Operasional Formal
Tahap ini dialami oleh anak pada usai 11 tahun ke atas. Pada tahap ini, menurut Jean Piaget, interaksinya dengan lingkungan sudah amat luas menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang dewasa. Pada tahap ini ada semacam tarik-menarik antara ingin bebas dengan ingin dilindungi.
Dilihat dari perspektif ini, perkembangan kreativitas remaja pada posisi seiring dengan tahapan operasional formal. Artinya, perkembangan kreativitasnya, menurut Jean Piaget, sedang berada pada tahap yang amat potensial bagi perkembangan kreativitas.
Beberapa faktor yang mendukung berkembangnya potensi kreativitas, antara lain sebagai berikut.
1. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi tindakan secara proporsional berdasarkan pemikiran logis.
2. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi objek-objek secara proporsional berdasarkan pemikiran logis.
3. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang ruang relatif.
4. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang waktu relatif.
5. Remaja sudah mampu melakukan pemisahan dan pengendalian variabel-variabel dalam menghadapi masalah yang kompleks.
6. Remaja sudah mampu melakukan abstraksi reflektif dan berpikir hipotesis.
7. Remaja sudah memiliki diri ideal ( ideal self ).
8. Remaja sudah menguasai bahasa abstrak.
F. TAHAP-TAHAP KREATIVITAS
Wallas (Solso, 1991) mengemukakan empat tahapan proses kreatif, yaitu persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi.
1. Persiapan (Preparation)
Pada tahap ini, individu berusaha mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, individu berusaha menjajaki berbagai kemungkinan jalan yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah itu. Namun pada tahap ini belum ada arah yang tetap meskipun sudah mampu mengeksplorasi berbagai alternatif pemecahan masalah.
2. Inkubasi (Incubation)
Pada tahap ini individu seolah-olah melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah yang dihadapinya,dalam pengertian tidak memikirkannya secara sadar melainkan” menghadapinya” dalam alam prasadar.
3. Iluminasi(Illumination)
Pada tahap ini individu sudah dapat timbul inspirasi atau gagasan-gagasan baru serta proses-proses psikologis ysng mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru.
4. Verifikasi(Verivication)
Pada tahap ini, gagasan yang telah muncul dievaluasi secara kritis dan konvergen serta menghadapkannya kepada realitas. Pemikiran divergen harus diikuti dengan pemikiran konvergen. Pemikiran dan sikap spontan harus diikuti oleh pemikiran selektif dan sengaja. Penerimaan secara total harus diikuti oleh kritik. Filsafat harus diikuti oleh pemikiran logis. Keberanian harus diikuti oleh sikap hati-hati. Imajinasi harus diikuti oleh pengujian terhadap realitas.
G. KARAKTERISTIK KREATIVITAS
Piers (Adam, 1976) mengemukakan bahwa karakteristik kreativitas adalah sebagai berikut.
1. Memiliki dorongan (drive) yang tinggi.
2. Memiliki keterlibatan yang tinggi.
3. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
4. Memiliki ketekunan yang tinggi.
5. Cenderung tidak puas terhadap kemapanan.
6. Penuh percaya diri.
7. Memiliki kemandirian yang tinggi.
8. Bebas dalam mengambil keputusan.
9. Menerima diri sendiri
10. Senang humor.
11. Memiliki intuisi yang tinggi
12. Cenderung tertarik kepada hal-hal yang kompleks.
13. Toleran terhadap ambiguitas.
14. bersifat sensitif.
Utami Munandar (1992) mengemukakan ciri-ciri kreativitas, antara lain sebagai berikut.
1. Senang mencari pengalaman baru.
2. Memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit.
3. Memiliki inisiatif.
4. Memiliki ketekunan yang tinggi.
5. Cenderung kritis terhadap orang lain.
6. Berani menyatakan pendapat dan keyakinannya.
7. Selalu ingin tahu.
8. Peka atau perasa.
9. Enerjik dan ulet.
10. Menyukai tugas-tugas yang majemuk.
11. Percaya kepada diri sendiri.
12. Mempunyai rasa humor.
13. Memiliki rasa keindahan.
14. Berwawasan masa depan dan penuh imajinasi.
Clark(1988) mengemukakan karakteristik kreativitas adalah sebagai berikut.
1. Memiliki kedisiplinan diri yang tinggi.
2. Memiliki kemandirian yang tinggi.
3. Cenderung sering menentang otoritas.
4. Memiliki rasa humor.
5. Mampu menentang tekanan kelompok.
6. Lebih mampu menyesuaikan diri.
7. Senang berpetualang.
8. Toleran terhadap ambiguitas.
9. Kurang toleran terhadap hal-hal yang membosankan.
10. Menyukai hal-hal yang kompleks.
11. Memiliki kemampuan berpikir divergen yang tinggi.
12. Memiliki memori dan atensi yang baik.
13. Memiliki wawasan yang luas.
14. Mampu berpikir periodik.
15. Memerlukan situasi yang mendukung.
16. Sensitif terhadap lingkungan.
17. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
18. Memiliki nilai estetik yang tinggi.
19. Lebih bebas dalam mengembangkan integrasi peran seks.
Sedangkan Torrance (1981) mengemukakan karakteristik kreativitas sebagai berikut.
1. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
2. Tekun dan tidak mudah bosan.
3. Percaya diri dan mandiri.
4. Merasa tertantang oleh kemajukan atau kompleksitas.
5. Berani mengambil risiko.
6. Berpikir divergen.
H. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KREATIVITAS
Kreativitas tidak dapat berkembang secara otomatis, tetapi membutuhkan rangsangan dari lingkungan. Beberapa ahli mengemukakan faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan kreativitas.
Utami Munandar (1988) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kreativitas adalah.
1. Usia;
2. Tingkat pendidikan orang tua;
3. Tersedianya fasilitas dan
4. Penggunaan waktu luang.
Clark (1983) mengategorikan faktor-faktor yang memengaruhi kreativitas dalam dua kelompok, yaitu faktor yang mendukung dan faktor yang menghambat. Faktor-faktor yang dapat mendukung perkembangan kreativitas adalah sebagai berikut.
1. Situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan serta keterbukaan.
2. Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya pertanyaan.
3. Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu.
4. situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian.
5. situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mengamati, bertanya, merasa, mengklasifikasikan, mencatat, menerjemahkan, memperkirakan, menguji hasil perkiraan, dan mengomunikasikan.
6. Kedwibahasaan yang memungkinkan untuk pengembangan potensi kreativitas secara lebih luas karena akan memberikan pandangan dunia secara lebih bervariasi, lebih fleksibel dalam menghadapi masalah, dan mampu mengekspresikan dirinya dengan cara yang berbeda dari umumnya yang dapat muncul dari pengalaman yang dimilikinya.
7. Posisi kelahiran.
8. Perhatian dari orangtua terhadap minat anaknya, stimulasi dari lingkungan sekolahnya, dan motivasi diri.
Sedangkan faktor-faktor yang menghambat berkembangnya kreatifitas adalah sebagai berikut.
1. Adanya kebutuhan akan keberhasilan,ketidakberanian dalam menanggung risiko, atau upaya mengejar sesuatu yang belum diketahui.
2. Konformitas terhadap teman-teman kelompoknya dan tekanan sosial.
3. Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan penyelidikan.
4. Stereotip peranseks atau jenis kelamin.
5. Diferensiasi antara bekerja dan bermain.
6. Otoritarianisme.
7. Tidak menghargai terhadap fantasi dan khayalan.
Miller dan Gerard (Adams dan Gullota,1979) mengemukakan adanya pengaruh keluarga pada perkembangan kreativitas anak dan remaja sebagai berikut.
1. Orang tua yang memberikan rasa aman.
2. Orang tua mempunyai berbagai macam minat pada kegiatan didalam dan diluar rumah.
3. Orang tua memberikan kepercayaan dan menghargai kemampuan anaknya.
4. Orang tua memberikan otonomi dan kebebasan anak.
5. Orang tua mendorong anak melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya.
Torrance (1981) juga menekankan pentingnya dukungan dan dorongan dari lingkungan agar individu dapat berkembang kreativitasnya. Menurutnya salah satu lingkungan yang pertama dan utama yang dapat mendukung atau menghambat berkembangnya kreativitas adalah lingkungan keluarga, terutama interaksi dalam keluarga tersebut.
Torrance(1981) mengemukakan lima bentuk interaksi orang tua dengan anak atau remaja yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas yaitu,
1. Menghormati pertanyaan-pertanyaan yang tidak lazim;
2. Menghormati gagasan-gagasan imajinatif ;
3. Menunjukkan kepada anak atau remaja bahwa gagasan yang dikemukakan itu bernilai;
4. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar atas prakarsanya sendiri dan memberikan reward kepadanya;
5. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar dan melakukan kegiatan-kegiatan tanpa suasana penilaian.
Torrance (1981) juga mengemukakan beberapa interaksi antara orang tua dan anak (remaja) yang dapat menghambat berkembangnya kreativitas, yaitu
1. Terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi anak;
2. Membatasi rasa ingin tahu anak;
3. Terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan jenis kelamin (sexual roles);
4. Terlalu banyak melarang anak;
5. Terlalu menekankan kepada anak agar memiliki rasa malu;
6. Terlalu menekankan pada keterampilan verbal tertentu;
7. Sering memberikan kritik yang bersifat destruktif.
Jadi menurut Torrance(1981), interaksi antara orang tua dengan anak atau remaja yang dapat mendorong kreativitas bukanlah interaksi yang didasarkan atas situasi stimulus respons, melainkan atas dasar hubungan kehidupan sejati (a living relationship) dan saling tukar pengalaman(coexperiencing).
I. MASALAH YANG SERING TIMBUL PADA ANAK KREATIF
Anak-anak kreatif, meskipun memiliki kemampuan atau kelebihan dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya, bukan berarti selalu mulus dalam perkembangan psikologisnya. Disamping potensi kreatifnya itu jika tidak mendapatkan penanganan secara baik justru seringkali menimbulkan masalah pada dirinya. Berkenaan dengan ini. Dedi Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah masalah yang sering timbul atau dialami oleh anak-anak kreatif, yaitu sebagai berikut.
1. Pilihan karier yang tidak realistis
Anak-anak kreatif sering kali cenderung memiliki pilihan karier yang tidak realistis, kurang populer, dan tidak lazim. Merka juga memiliki banyak alternatif dalam menentukan karier yang akan ditempuhnya dan bahkan cenderung berubah-ubah. Kondisi psikologis seperti ini jika tidak mendapatkan bimbingan secara baik dapat mengarahkan dirinya kepada pilihan karier yang kurang tepat. Akibatnya, dapat menimbulkan frustasi jika pilihannya tidak disadari oleh pemahaman yang cukup mengenai jenis karier yang akan dipilihnya.
2. Hubungan dengan guru dan teman sebaya
Anak-anak kreatif kadang-kadang mengalami hambatan. Mereka cenderung kritis, memiliki pendapatnya sendiri, berani mengemukakan ketidaksetujuannya terhadap pemikiran orang lain tidak mudah percaya, memiliki keinginan yang seringkali berbeda dengan teman-teman pada umumnya, serta tidak begitu senang untuk melekatkan diri kepada otoritas.
3. Perkembangan yang tidak selaras
Jika lingkungannya tidak dapat mengakomodasi keunggulan potensi kreatifnya itu, dapat muncul masaalah dalam diri anak-anak kretif. Masalah yang timbul disebut dengan istilah uneven development (perkembangan yang tidak selaras) antara kematangan intelektual dengan perkembangan aspek-aspek emosional dan sosialnya.
4. Tiadanya tokoh-tokoh ideal
Anak-anak kreatif cenderung memiliki tokoh-tokoh orang besar yang sangat diidealkan dalam hidupnya. Tokoh-tokoh ideal bisa berada dekat di lingkungan sekitarnya, tetapi dapt juga berada di tempat yang jauh dan sulit dijangkau. Jika tokoh idealnya berada di tempat yang jauh dan sulit dijangku. Jika tokoh idealnya berada ditempat yang jauh, anak-anak kreatif cenderung berusaha untuk dapat menjangkau melalui cara mereka sendiri. Kelangkaan tokoh ideal karena kelangkaan informasi dapat mengakibatkan anak-anak kreatif tersesat kepada pilihan tokoh ideal yang salah.
J. UPAYA MEMBANTU PERKEMBANGAN KREATIVITAS DAN IMPLIKASINYA BAGI PENDIDIKAN
Sesungguhnya anak-anak kreatif kedudukannya sama saja dengan anak-anak biasa lainnya. Namun, karena potensi kreatifnya itu, mereka sangat memerlukan perhatian khusus di sini bukan berarti mereka harus mendapatkan perlakuan istimewa, melainkan harus mendapatkan bimbingan sesuai dengan potensi kreatifnya agar tidak sia-sia. Kelemahan pendidikan selama ini dalam konteksnya dengan pengembangan potensi kreatif anak, menurut Gowan (1981),adalah kurangnya perhatian terhadap pengembangan fungsi belahan otak kanan.
Oleh karena itu, sistem pendidikan hendaknya memperhatikan kurikulum yang akan diolah menjadi materi yang dapat dikembalikan kepada fungsi-fungsi pengembangan dari kedua belahan otak manusia tersebut. Terlalu menekankan pada fungsi satu belahan otak saja menyebabkan fungsi belahan otak yang lain tidak berkembang secara maksimal.
Sifat relasi bantuan untuk membimbing anak-anak kreatif, menurut Dedi Supriadi (1994), sebenarnya sama saja dengan relasi untuk anak-anak pada umumnya. Hanya saja, idealnya para guru dan pembimbing mengetahui mekanisme proses kreatif dan manifestasi perilaku kreatif. Dalam konteks relasi dengan anak-anak kreatif ini, Torrance (1977) menamakan relasi bantuan itu dengan istilah creative relationship yang memiliki karakteristik sebagai berikut.
1. Pembimbing berusaha memahami berusaha memahami pikiran dan perasaan anak.
2. Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa mengalami hambatan.
3. Pembimbing lebih menekankan pada proses daripada hasil sehingga Pembimbing di tuntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan dinamika perkembangan dirinya.
4. Pembimbing berusaha menciptakan lingkungan yang bersahabat, bebas dari ancaman, dan suasana saling menghargai.
5. Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak.
6. Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan bukan sebaliknya mencari-cari kesalahan anak.
7. Pembimbing berusaha menempatkan aspek berpikir dan perasaan secara seimbang dalam proses bimbingan.
Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah bantuan yang dapat digunakan untuk membimbing perkembangan anak-anak kreatif, yaitu :
1. Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya;
2. Mengakui dan menghargai gagasan-gagasan anak;
3. Menjadi pendorong bagi anak untuk mengomunikasikan dan mewujudkan gagasan-gagasan nya;
4. Membantu anak memahami dalam berpikir dan bersikap, dan bukan malah
menghukumnya;
5. Memberikan peluang untuk mengomunikasikan gagasan-gagasannya;
6. Memberikan informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad dan Asrori, Mohammad. 2008.PSIKOLOGI REMAJA: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.
Read more at: http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/05/motivasi-belajar-siswa.html
Copyright aadesanjaya.blogspot.com A. KREATIVITAS DAN TEORI BELAHAN OTAK
Perkembangan kreativitas sangat erat kaitannya dengan perkembangan kognitif individu karena kreativitas sesungguhnya merupakan perwujudan dari pekerjaan otak. Para pakar kreativitas, misalnya Clark (1988) dan Gowan (1989) melalui Teori Belahan Otak (Hemisphere Theory) mengatakan bahwa sesungguhnya otak manusia itu menurut fungsinya terbagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kiri (left hemisphere) dan belahan otak kanan (right hemisphere). Otak belahan kiri mengarah kepada cara berfikir konvergen (convergen thinking), sedangkan otak belahan kanan mengarah kepada cara berfikir menyebar (difergent thinking).
Berkenaan dengan teori belahan beserta fungsinya ini (Clark, 1983: 24) mengemukakan sejumlah fungsi otak sesuai dengan belahannya itu sebagaimana tertera pada table berikut ini.
Fungsi Belahan Otak Kiri dan Belahan Otak Kanan
(Clark, 1983: 24)
No. Belahan Otak Kiri
(Left Hemisphere)
1.Math, history, language
2.Verbal, limit sensory, input
3.Sequential, measurable
4.Analytic
5.Comparative
6.Relational
7.Referential
8.Linier
9.Logical
10.Digital
11.Scientific, technological
Belahan Otak Kanan
(Right Hemisphere)
1.Self , elaborates and increases variabels,
2.inventive
3.Nonverbal perception and expressiveness
4.Spatial
5.Intuitive
6.Holistic
7.Integrative
8.Nonreferential
9.Gestalt
10.Imagery ,Better at depth perception
11.facial recognition
Mystical, humanistic
B. PENGERTIAN KREATIVITAS SECARA UMUM
Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda oleh para pakar berdasarkan sudut pandang masing-masing. Barron (1982: 253) mendefinisikan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Guilford (1970: 236) menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai cirri-ciri seorang kreatif. Guilford mengemukakan dua cara berpikir, yaitu cara berpikir konvergen dan divergen. Cara berpikir konvergen adalah cara-cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan pandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan cara berpikir divergen adalah kemampuan individu untuk mencari berbagai alternative jawaban terhadap suatu persoalan.
Utami Munandar (1992: 47) mendefinisikan kreativitas sebagai berikut. “Kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengolaborasi suatu gagasan.” Utami Munandar (1992: 51) menekankan bahwa kreativitas sebagai keseluruhan kepribadian merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya.
Rogers (Utami Munandar, 1992: 51) mendefinisikan kreativitas sebagai proses munculnya hasil-hasil baru ke dalam tindakan. Hasil-hasil baru itu muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang berinteraksi dengan individu lain, pengalaman, maupun keadaan hidupnya. Demikian juga Drevdahl (Hurlock, 1978: 325) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat berwujud kreativitas imajenatif atau sintesis yang mingkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.
Berdasarkan berbagai definisi kreativitas itu, Rodhes (Torrance, 1981) mengelompokkan definisi-definisa kreativitas ke dalam empat kategori, yaitu product, person, procces, dan press.
Product menekankan kreativitas dari hasil karya kreatif, baik yang sama sekali baru maupun kombinasi karya-karya lama yang menghasilkan sesuatu yang baru. Person memandang kreativitas dari segi ciri-ciri individu yang menandai kepribadian orang kreatif atau yang berhubungan dengan kreativitas. Procces menekankan bagaimana proses kreatif itu berlangsung sejak dari mulai tumbuh sampai dengan berwujudnya perilaku kreatif. Adapun press menekankan pada pentingnya faktor-faktor yang mendukung timbulnya kreativitas pada individu.
Jadi, yang dimaksud dengan kreativitas adalah cirri-ciri khas yang dimiliki oleh individu yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru atau kombinasi dari karya-karya yang telah ada sebelumnya, menjadi sesuatu karya baru yang dilakukan melalui interaksi dengan lingkungannya untuk menghadapi permasalahan, dan mencari alternatif pemecahannya melalui cara-cara berpikir divergen.
C. PENGERTIAN KREATIVITAS MENURUT TORRANCE
Seorang ahli yang sangat menekankan pentingnya dukungan faktor lingkungan bagi berkembangnya kreativitas adalah Torrance (1981: 47). Ia mengatakan bahwa agar potensi kreatif individu dapat diwujudkan, diperlukan kekuatan-kekuatan pendorong dari luar yang didasari oleh potensi dalam diri individu itu sendiri. Menurut Torrance (1981: 48), kreativitas itu bukan semata-mata merupakan bakat kreatif atau kemampuan kreatif yang dibawa sejak lahir, melainkan merupakan hasil dari hubungan interaktif dan dialektis antara potensi kreatif individu dengan proses belajar dan pengalaman dari lingkungannya.
Torrence (1981: 47) medefinisikan kreativitas itu sebagai proses kemampuan memahamikesenjanga-kesenjangan-kesenjangan atau hambatan-hambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru, dan mengomunikasikan hasil-hasilnya, serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan. Untuk dapat melakukan semua itu diperlukan adanya dorongan dari lingkungan yang didasari oleh potensi kreatif yang telah ada dalam dirinya. Dengan demikian, terjadi saling menunjang antara faktor lingkungan dengan potensi kreatif yang telah dimiliki sehingga dapat mempercepat berkembangnya kreativitas pada individu yang bersangkutan.
D. PENDEKATAN TERHADAP KREATIVITAS
Pendekatan dalam studi kreativitas dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pendekatan psikologis dan pendekatan sosiologis (Torrance, 1981; Dedi Supriadi, 1989). Pendekatan psikologis lebih melihat kreativitas dari segi kekuatan yang ada dalam diri individu sebagai faktor-faktor yang menentukan kreativitas. Salah satu pendekatan psikologis yang digunakan untuk menjelaskan kreativitas adalah pendekatan holistik.
Clark (1988) menggunakan pendekatan holistic untuk menjelaskan konsep kreativitas dengan berdasarkan pada fungsi-fungsi berpikir, merasa, mengindra, dan intuisi. Clark menganggap bahwa kreativitas itu mencakup sintesis dari fungsi-fungsi thinking, feeling, sensing, dan intuiting.
Thinking merupakan berpikir rasional dan dapat diukur serta dikembangkan melalui latihan-latihan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Feeling menunjuk pada suatu tingkat kesadaran yang melibatkan segi emosional. Sensing menunjuk pada suatu keadaan ketika dengan bakat yang ada diciptakan suatu produk baru yang dapat dilihat atau didengar oleh orang lain. Intuiting menuntut adanya suatu tingkat kesadaran yang tinggi yang dihasilkan dengan cara membayangkan, berfantasi, dan melakukan terobosan ke daerah prasadr dan tak sadar.
Pendekatan sosiologis berasumsi bahwa kreativitas individu merupakan hasil dari proses interaksi sosial, di mana individu dengan segala potensi dan disposisi kepribadiannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial tempat individu itu berada, yang meliputi ekonomi, politik, kebudayaan, dan peranan keluarga.
Upaya mempelajari kreativitas dengan menggunakan pendekatan sosiologis, pertama-tama dilakukan oleh Kroeber pada tahun 1914 yang kemudian dilaporkan dalam sebuah karyanya yang berjudul Configuration of Culture (Dedi Supriadi, 1989: 84). Dalam menganalisisnya, Kroeber menggunakan tiga konfigurasi, yaitu waktu, ruang, dan derajat prestasi suatu peradaban. Berdasarkan analisis yang dilakukan, Kroeber mengambil suatu kesimpulan bahwa munculnya orang-orang kreatif tinggi dalam sejarah merupakan refleksi dari pola perkembangan nilai-nilai sosial.
Penelitian yang dilakukan oleh Gray pada tahun 1958, 1961, dan 1966, kembali menekankan dominannya peranan sosial dalam perkembangan kreativitas (Dedi Supriadi, 1989: 85). Dengan focus perkembangan kebudayaan Barat, Gray menemukan bahwa faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, dan peranan keluarga yang kondusif menentukan dinamika dan irama perkembangan kreativitas. Penelitian Naroll dan kawan-kawan (1971) yang dilakukan di India, Cina, Jepang, dan Negara-negara Islam menunjukkan bahwa ada periode-periode tertentu dalam setiap perkembangan kebudayaan yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas secara maksimal sehingga dapat muncul orang-orang kreatif. Sebaliknya, ada juga periode-periode tertentu yang justru mengekang berkembangnya kreativitas.
Arieti (1976) mengemukakan beberapa faktor sosiologis yang kondusif bagi perkembangan kreativitas, yaitu
1. Tersedianya sarana-sarana kebudayaan,
2. Keterbukaan terhadap keragaman cara berpikir,
3. Adanya keleluasaan bagi berbagai media kebudayaan,
4. Adanya toleransi terhadap pandangan-pandangan yang divergen, dan
5. Adanya penghargaan yang memadai terhadap orang-orang yang berprestasi.
E. PERKEMBANGAN KREATIVITAS
Perkembangan kreativitas juga merupakan perkembangan proses kognitif maka kreativitas dapat ditinjau melalui proses perkembangan kognitif berdasarkan teori yang diajukan oleh Jean Piaget. Menurut Jean Piaget (McCormack, 1982) ada empat tahap perkembangan kognitif, yaitu sebagai berikut.
1. Tahap Sensori-Motoris
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Menurut Piaget (Bybee dan Sund, 1982), pada tahap ini interaksi anak dengan lingkungannya, termasuk orang tuanya, terutama dilakukan melalui perasaan dan otot-ototnya. Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya, termasuk juga dengan orang tuanya, anak mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan, melakukan berbagai gerakan, dan secara perlahan-lahan belajar mengoordinasikan tindakannya.
Mengenai kreativitasnya, menurut Piaget, pada tahap ini belum memiliki kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya. Sebab, pada tahap ini tindakan anak masih berupa tindakan fisik yang bersifat refleksi, pandangannya terhadap objek masih belum permanent, belum memiliki konsep ruang dan waktu, belum memiliki konsep tentang sebab-akibat, bentuk permainannya masih merupakan pengulangan refleks-refleks, belum memiliki tentang diri ruang, dan belu memiliki kemampuan berbahasa.
Piaget juga mengatakan bahwa kemampuan yang paling tinggi pada tahap ini terjadi pada umur 18-24 bulan, yaitu sudah mulai terjadi transisi dari representasi tertutup menuju representasi terbuka. Pada umur ini, anak sudah mulai dapat mereproduksikan sesuatu yang ada dalam memori dan dapat menggunakan simbol-simbol untuk merujuk kepada objek-objek yang tidak ada.
2. Tahap Praoperasional
Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tetapi oleh unsure perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya.
Pada tahap ini, menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), anak sangat bersifat egosentris sehingga seringkali mengalami masalah dalam berinteraksi dalam lingkungannya, termasuk dengan orang tuannya. Pada akhir tahap ini, menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), kemampuan mengembangkan kreativitas sudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai mengembangkan memori dan telah memiliki kemampuan untuk memikirkan masa lalu dan masa yang akan datang, meskipun dalam jangka pendek. Di samping itu, anak memiliki kemampuan untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa alam di lingkunganya secara animistik dan antropomorfik. Penjelasan animistic adalah menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan perumpamaan hewan. Adapun penjelasan antropomorfik adalah menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan perumpamaan manusia.
3. Tahap Operasional Konkret
Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak mulai menyesuaikan diri dengan relitas konkret dan berkembang rasa ingin tahunya. Menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), interaksinya dengan lingkungan, termasuk dengan orang tua, sudah semakin berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah semakin berkurang.
Menurut Jean Piaget kreativitasnya juga sudah semakin berkembang. Faktor-faktor memungkinkan semakin berkembangnya kreativitas itu adalah sebagai berikut.
1. Anak sudah mulai mampu menampilkan operasi-operasi mental.
2. Anak mulai mampu berpikir logis dalam bentuk sederhana.
3. Anak mulai berkembang kemampuannya untuk memelihara identitas diri.
4. Konsep tentang ruang sudah semakin meluas.
5. Anak sudah amat menyadari akan adanya masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
6. Anak sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya masih memerlukan bantuan ojek-objek konkret.
4. Tahap Operasional Formal
Tahap ini dialami oleh anak pada usai 11 tahun ke atas. Pada tahap ini, menurut Jean Piaget, interaksinya dengan lingkungan sudah amat luas menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang dewasa. Pada tahap ini ada semacam tarik-menarik antara ingin bebas dengan ingin dilindungi.
Dilihat dari perspektif ini, perkembangan kreativitas remaja pada posisi seiring dengan tahapan operasional formal. Artinya, perkembangan kreativitasnya, menurut Jean Piaget, sedang berada pada tahap yang amat potensial bagi perkembangan kreativitas.
Beberapa faktor yang mendukung berkembangnya potensi kreativitas, antara lain sebagai berikut.
1. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi tindakan secara proporsional berdasarkan pemikiran logis.
2. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi objek-objek secara proporsional berdasarkan pemikiran logis.
3. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang ruang relatif.
4. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang waktu relatif.
5. Remaja sudah mampu melakukan pemisahan dan pengendalian variabel-variabel dalam menghadapi masalah yang kompleks.
6. Remaja sudah mampu melakukan abstraksi reflektif dan berpikir hipotesis.
7. Remaja sudah memiliki diri ideal ( ideal self ).
8. Remaja sudah menguasai bahasa abstrak.
F. TAHAP-TAHAP KREATIVITAS
Wallas (Solso, 1991) mengemukakan empat tahapan proses kreatif, yaitu persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi.
1. Persiapan (Preparation)
Pada tahap ini, individu berusaha mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, individu berusaha menjajaki berbagai kemungkinan jalan yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah itu. Namun pada tahap ini belum ada arah yang tetap meskipun sudah mampu mengeksplorasi berbagai alternatif pemecahan masalah.
2. Inkubasi (Incubation)
Pada tahap ini individu seolah-olah melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah yang dihadapinya,dalam pengertian tidak memikirkannya secara sadar melainkan” menghadapinya” dalam alam prasadar.
3. Iluminasi(Illumination)
Pada tahap ini individu sudah dapat timbul inspirasi atau gagasan-gagasan baru serta proses-proses psikologis ysng mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru.
4. Verifikasi(Verivication)
Pada tahap ini, gagasan yang telah muncul dievaluasi secara kritis dan konvergen serta menghadapkannya kepada realitas. Pemikiran divergen harus diikuti dengan pemikiran konvergen. Pemikiran dan sikap spontan harus diikuti oleh pemikiran selektif dan sengaja. Penerimaan secara total harus diikuti oleh kritik. Filsafat harus diikuti oleh pemikiran logis. Keberanian harus diikuti oleh sikap hati-hati. Imajinasi harus diikuti oleh pengujian terhadap realitas.
G. KARAKTERISTIK KREATIVITAS
Piers (Adam, 1976) mengemukakan bahwa karakteristik kreativitas adalah sebagai berikut.
1. Memiliki dorongan (drive) yang tinggi.
2. Memiliki keterlibatan yang tinggi.
3. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
4. Memiliki ketekunan yang tinggi.
5. Cenderung tidak puas terhadap kemapanan.
6. Penuh percaya diri.
7. Memiliki kemandirian yang tinggi.
8. Bebas dalam mengambil keputusan.
9. Menerima diri sendiri
10. Senang humor.
11. Memiliki intuisi yang tinggi
12. Cenderung tertarik kepada hal-hal yang kompleks.
13. Toleran terhadap ambiguitas.
14. bersifat sensitif.
Utami Munandar (1992) mengemukakan ciri-ciri kreativitas, antara lain sebagai berikut.
1. Senang mencari pengalaman baru.
2. Memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit.
3. Memiliki inisiatif.
4. Memiliki ketekunan yang tinggi.
5. Cenderung kritis terhadap orang lain.
6. Berani menyatakan pendapat dan keyakinannya.
7. Selalu ingin tahu.
8. Peka atau perasa.
9. Enerjik dan ulet.
10. Menyukai tugas-tugas yang majemuk.
11. Percaya kepada diri sendiri.
12. Mempunyai rasa humor.
13. Memiliki rasa keindahan.
14. Berwawasan masa depan dan penuh imajinasi.
Clark(1988) mengemukakan karakteristik kreativitas adalah sebagai berikut.
1. Memiliki kedisiplinan diri yang tinggi.
2. Memiliki kemandirian yang tinggi.
3. Cenderung sering menentang otoritas.
4. Memiliki rasa humor.
5. Mampu menentang tekanan kelompok.
6. Lebih mampu menyesuaikan diri.
7. Senang berpetualang.
8. Toleran terhadap ambiguitas.
9. Kurang toleran terhadap hal-hal yang membosankan.
10. Menyukai hal-hal yang kompleks.
11. Memiliki kemampuan berpikir divergen yang tinggi.
12. Memiliki memori dan atensi yang baik.
13. Memiliki wawasan yang luas.
14. Mampu berpikir periodik.
15. Memerlukan situasi yang mendukung.
16. Sensitif terhadap lingkungan.
17. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
18. Memiliki nilai estetik yang tinggi.
19. Lebih bebas dalam mengembangkan integrasi peran seks.
Sedangkan Torrance (1981) mengemukakan karakteristik kreativitas sebagai berikut.
1. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
2. Tekun dan tidak mudah bosan.
3. Percaya diri dan mandiri.
4. Merasa tertantang oleh kemajukan atau kompleksitas.
5. Berani mengambil risiko.
6. Berpikir divergen.
H. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KREATIVITAS
Kreativitas tidak dapat berkembang secara otomatis, tetapi membutuhkan rangsangan dari lingkungan. Beberapa ahli mengemukakan faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan kreativitas.
Utami Munandar (1988) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kreativitas adalah.
1. Usia;
2. Tingkat pendidikan orang tua;
3. Tersedianya fasilitas dan
4. Penggunaan waktu luang.
Clark (1983) mengategorikan faktor-faktor yang memengaruhi kreativitas dalam dua kelompok, yaitu faktor yang mendukung dan faktor yang menghambat. Faktor-faktor yang dapat mendukung perkembangan kreativitas adalah sebagai berikut.
1. Situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan serta keterbukaan.
2. Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya pertanyaan.
3. Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu.
4. situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian.
5. situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mengamati, bertanya, merasa, mengklasifikasikan, mencatat, menerjemahkan, memperkirakan, menguji hasil perkiraan, dan mengomunikasikan.
6. Kedwibahasaan yang memungkinkan untuk pengembangan potensi kreativitas secara lebih luas karena akan memberikan pandangan dunia secara lebih bervariasi, lebih fleksibel dalam menghadapi masalah, dan mampu mengekspresikan dirinya dengan cara yang berbeda dari umumnya yang dapat muncul dari pengalaman yang dimilikinya.
7. Posisi kelahiran.
8. Perhatian dari orangtua terhadap minat anaknya, stimulasi dari lingkungan sekolahnya, dan motivasi diri.
Sedangkan faktor-faktor yang menghambat berkembangnya kreatifitas adalah sebagai berikut.
1. Adanya kebutuhan akan keberhasilan,ketidakberanian dalam menanggung risiko, atau upaya mengejar sesuatu yang belum diketahui.
2. Konformitas terhadap teman-teman kelompoknya dan tekanan sosial.
3. Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan penyelidikan.
4. Stereotip peranseks atau jenis kelamin.
5. Diferensiasi antara bekerja dan bermain.
6. Otoritarianisme.
7. Tidak menghargai terhadap fantasi dan khayalan.
Miller dan Gerard (Adams dan Gullota,1979) mengemukakan adanya pengaruh keluarga pada perkembangan kreativitas anak dan remaja sebagai berikut.
1. Orang tua yang memberikan rasa aman.
2. Orang tua mempunyai berbagai macam minat pada kegiatan didalam dan diluar rumah.
3. Orang tua memberikan kepercayaan dan menghargai kemampuan anaknya.
4. Orang tua memberikan otonomi dan kebebasan anak.
5. Orang tua mendorong anak melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya.
Torrance (1981) juga menekankan pentingnya dukungan dan dorongan dari lingkungan agar individu dapat berkembang kreativitasnya. Menurutnya salah satu lingkungan yang pertama dan utama yang dapat mendukung atau menghambat berkembangnya kreativitas adalah lingkungan keluarga, terutama interaksi dalam keluarga tersebut.
Torrance(1981) mengemukakan lima bentuk interaksi orang tua dengan anak atau remaja yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas yaitu,
1. Menghormati pertanyaan-pertanyaan yang tidak lazim;
2. Menghormati gagasan-gagasan imajinatif ;
3. Menunjukkan kepada anak atau remaja bahwa gagasan yang dikemukakan itu bernilai;
4. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar atas prakarsanya sendiri dan memberikan reward kepadanya;
5. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar dan melakukan kegiatan-kegiatan tanpa suasana penilaian.
Torrance (1981) juga mengemukakan beberapa interaksi antara orang tua dan anak (remaja) yang dapat menghambat berkembangnya kreativitas, yaitu
1. Terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi anak;
2. Membatasi rasa ingin tahu anak;
3. Terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan jenis kelamin (sexual roles);
4. Terlalu banyak melarang anak;
5. Terlalu menekankan kepada anak agar memiliki rasa malu;
6. Terlalu menekankan pada keterampilan verbal tertentu;
7. Sering memberikan kritik yang bersifat destruktif.
Jadi menurut Torrance(1981), interaksi antara orang tua dengan anak atau remaja yang dapat mendorong kreativitas bukanlah interaksi yang didasarkan atas situasi stimulus respons, melainkan atas dasar hubungan kehidupan sejati (a living relationship) dan saling tukar pengalaman(coexperiencing).
I. MASALAH YANG SERING TIMBUL PADA ANAK KREATIF
Anak-anak kreatif, meskipun memiliki kemampuan atau kelebihan dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya, bukan berarti selalu mulus dalam perkembangan psikologisnya. Disamping potensi kreatifnya itu jika tidak mendapatkan penanganan secara baik justru seringkali menimbulkan masalah pada dirinya. Berkenaan dengan ini. Dedi Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah masalah yang sering timbul atau dialami oleh anak-anak kreatif, yaitu sebagai berikut.
1. Pilihan karier yang tidak realistis
Anak-anak kreatif sering kali cenderung memiliki pilihan karier yang tidak realistis, kurang populer, dan tidak lazim. Merka juga memiliki banyak alternatif dalam menentukan karier yang akan ditempuhnya dan bahkan cenderung berubah-ubah. Kondisi psikologis seperti ini jika tidak mendapatkan bimbingan secara baik dapat mengarahkan dirinya kepada pilihan karier yang kurang tepat. Akibatnya, dapat menimbulkan frustasi jika pilihannya tidak disadari oleh pemahaman yang cukup mengenai jenis karier yang akan dipilihnya.
2. Hubungan dengan guru dan teman sebaya
Anak-anak kreatif kadang-kadang mengalami hambatan. Mereka cenderung kritis, memiliki pendapatnya sendiri, berani mengemukakan ketidaksetujuannya terhadap pemikiran orang lain tidak mudah percaya, memiliki keinginan yang seringkali berbeda dengan teman-teman pada umumnya, serta tidak begitu senang untuk melekatkan diri kepada otoritas.
3. Perkembangan yang tidak selaras
Jika lingkungannya tidak dapat mengakomodasi keunggulan potensi kreatifnya itu, dapat muncul masaalah dalam diri anak-anak kretif. Masalah yang timbul disebut dengan istilah uneven development (perkembangan yang tidak selaras) antara kematangan intelektual dengan perkembangan aspek-aspek emosional dan sosialnya.
4. Tiadanya tokoh-tokoh ideal
Anak-anak kreatif cenderung memiliki tokoh-tokoh orang besar yang sangat diidealkan dalam hidupnya. Tokoh-tokoh ideal bisa berada dekat di lingkungan sekitarnya, tetapi dapt juga berada di tempat yang jauh dan sulit dijangkau. Jika tokoh idealnya berada di tempat yang jauh dan sulit dijangku. Jika tokoh idealnya berada ditempat yang jauh, anak-anak kreatif cenderung berusaha untuk dapat menjangkau melalui cara mereka sendiri. Kelangkaan tokoh ideal karena kelangkaan informasi dapat mengakibatkan anak-anak kreatif tersesat kepada pilihan tokoh ideal yang salah.
J. UPAYA MEMBANTU PERKEMBANGAN KREATIVITAS DAN IMPLIKASINYA BAGI PENDIDIKAN
Sesungguhnya anak-anak kreatif kedudukannya sama saja dengan anak-anak biasa lainnya. Namun, karena potensi kreatifnya itu, mereka sangat memerlukan perhatian khusus di sini bukan berarti mereka harus mendapatkan perlakuan istimewa, melainkan harus mendapatkan bimbingan sesuai dengan potensi kreatifnya agar tidak sia-sia. Kelemahan pendidikan selama ini dalam konteksnya dengan pengembangan potensi kreatif anak, menurut Gowan (1981),adalah kurangnya perhatian terhadap pengembangan fungsi belahan otak kanan.
Oleh karena itu, sistem pendidikan hendaknya memperhatikan kurikulum yang akan diolah menjadi materi yang dapat dikembalikan kepada fungsi-fungsi pengembangan dari kedua belahan otak manusia tersebut. Terlalu menekankan pada fungsi satu belahan otak saja menyebabkan fungsi belahan otak yang lain tidak berkembang secara maksimal.
Sifat relasi bantuan untuk membimbing anak-anak kreatif, menurut Dedi Supriadi (1994), sebenarnya sama saja dengan relasi untuk anak-anak pada umumnya. Hanya saja, idealnya para guru dan pembimbing mengetahui mekanisme proses kreatif dan manifestasi perilaku kreatif. Dalam konteks relasi dengan anak-anak kreatif ini, Torrance (1977) menamakan relasi bantuan itu dengan istilah creative relationship yang memiliki karakteristik sebagai berikut.
1. Pembimbing berusaha memahami berusaha memahami pikiran dan perasaan anak.
2. Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa mengalami hambatan.
3. Pembimbing lebih menekankan pada proses daripada hasil sehingga Pembimbing di tuntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan dinamika perkembangan dirinya.
4. Pembimbing berusaha menciptakan lingkungan yang bersahabat, bebas dari ancaman, dan suasana saling menghargai.
5. Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak.
6. Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan bukan sebaliknya mencari-cari kesalahan anak.
7. Pembimbing berusaha menempatkan aspek berpikir dan perasaan secara seimbang dalam proses bimbingan.
Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah bantuan yang dapat digunakan untuk membimbing perkembangan anak-anak kreatif, yaitu :
1. Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya;
2. Mengakui dan menghargai gagasan-gagasan anak;
3. Menjadi pendorong bagi anak untuk mengomunikasikan dan mewujudkan gagasan-gagasan nya;
4. Membantu anak memahami dalam berpikir dan bersikap, dan bukan malah
menghukumnya;
5. Memberikan peluang untuk mengomunikasikan gagasan-gagasannya;
6. Memberikan informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad dan Asrori, Mohammad. 2008.PSIKOLOGI REMAJA: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.
Tahapan Pra Pembelajaran, Tindak Lanjut dan Penyajian Pembelajaran
A. Latar Belakang
Sekolah adalah untuk anak didik. Tugas utama pendidik (guru) adalah mengusahakan agar setiap anak didik dapat belajar dengan efektif; baik secara individual ataupun secara kelompok. Artinya, mereka patut merasa betah atau merasa senang belajar di sekolah dan mereka dapat mencapai prestasi belajar yang tinggi. Karena itu diperlukanlah peran guru dalam mengelola kelas dengan baik agar dapat menunjang terciptanya proses belajar yang menyenangkan dan pencapaian prestasi belajar yang tinggi itu.
Proses pembelajaran merupakan rangkaian aktivitas dan interaksi antara siswa dan guru yang dikendalikan melalui perencanaan pembelajaran. Pelaksanaan proses pembelajaran perlu dilakukan secara sistematis berdasarkan prosedur pembelajaran yang telah dikembangkan. Oleh karena itu, salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh pembelajar adalah mampu memahami dan melaksanakan prosedur pembelajaran dalam pembelajaran kelompok, individual maupun klasikal. Untuk menerapkan kemampuan tersebut sebaiknya pembelajar harus mengetahu tentang konsep dan prinsip belaja, berbagai jenis strategi atau tahapan dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan KBK.
Pada makalah ini, kelompok kami akan membahas mengenai tahapan pembelajaran. Secara umum tahapan pembelajaran menjadi tiga tahapan sebagai berikut tahapan kegiatan prapembelajaran atau kegiatan awal pembelajaran, kegiatan inti pembelajaran dan kegiatan akhir pembelajaran. Setiap tahapan tersebut ditempuh secara sistematis, efektif dan efisien.
Pelaksanaan proses belajar mengajar adalah proses berlangsungnya belajar mengajar di kelas yang merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah. Pelaksanaan pengajaran adalah interaksi guru dengan murid dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa dan untuk mencapai tujuan pengajaran (Winarno Surachmad, 1983: 257). Sedangkan menurut Roy. R Lefrancois seperti dikutip oleh Dimayati Mahmud (1989: 23), pelaksanaan pengajaran adalah pelaksanaan strategi-strategi yang telah dirancang untuk mecapai tujuan pengajaran.
Di dalam proses pembelajaran dibutuhkan strategi-strategi yang baik dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Kemp (1995). Dilain pihak Dick & Carey (1985) menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.
B.1. Kegiatan Pra dan Awal Pembelajaran
Kegiatan pendahuluan dalam pembelajaran sering pula disebut dengan pra-instruksional. Fungsi kegiatan tersebut utamanya adalah untuk menciptakan awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Untuk memahami tentang kegiatan dan prosedur dalam kegiatan awal pembelajaran, di bawah ini akan diuraikan tentang kegiatan tersebut.
Kegiatan inti dalam pembelajaran sangat memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran maupun dalam membentuk kemampuan siswa yang telah ditetapkan. Proses kegiatan inti dalam pembelajaran akan menggambarkan tentang penggunaan strategi dan pendekatan belajar yang digunakan guru dalam proses pembelajaran, karena pada hakekatnya kegiatan inti pembelajaran merupakan implementasi strategi dan pendekatan belajar.
Pada prinsipnya kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses pembentukan pengalaman dan kemampuan siswa secara terprogram yang dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu. Langkah kegiatan inti yang perlu dilakukan dalam pembelajaran secara sistematis sebagai berikut:
a. Berorientasi pada acuan hasil belajar dan kompetensi dasar.
b. Singkat, jelas dan bahasa (tulis/lisan) mudah dipahami oleh siswa.
c. Kesimpulan tidak keluar dari topik yang telah dibahas.
d. Dapat menggunakan waktu sesingkat mungkin.
B.3. Kegiatan Akhir dan Tindak Lanjut Pembelajaran
Kegiatan akhir dalam pembelajaran tidak hanya diartikan sebagai kegiatan untuk menutup pelajaran, tetapi juga sebagai kegiatan penilaian hasil belajar siswa dan kegiatan tindak lanjut. Kegiatan tindak lanjut harus ditempuh berdasarkan pada proses dan hasil belajar siswa. Secara umum kegiatan akhir dan tindak lanjut pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru di antaranya:
1) Menilai hasil proses belajar mengajar.
2) Memberikan tugas/latihan yang dikerjakan di luar jam pelajaran.
3) Memberikan motivasi dan bimbingan belajar.
4) Menyampaikan alternatif kegiatan belajar yang dapat di lakukan siswa di luar jam pelajaran.
5) Berdasarkan hasil penilaian belajar siswa, kemungkinan siswa harus diberikan program pembelajaran secara perorangan atau kelompok untuk melaksanakan program pengayaan dan atau perbaikan yang dilakukan di luar jam pelajaran.
Kegiatan akhir dan tindak lanjut harus dilakukan secara sistematis dan fleksibel, sehingga dalam prosesnya akan dapat menunjang optimalisasi hasil belajar siswa. Prosedur kegiatan yang perlu ditempuh, setelah melaksanakan kegiatan pendahuluan dan kegiatan inti dalam pembelajaran, serta setelah menyimpulkan pelajaran, maka langkah selanjutnya yang harus dilaksanakan oleh guru adalah sebagai berikut:
Dick dan Carey (1985) mengatakan bahwa suatu strategi pembelajaran menjelaskan komponen-komponen umum dari suatu set bahan pembelajaran dan prosedur-prosedur yang akan digunakan bersama bahan-bahan tersebut untuk menghasilkan hasil belajar tertentu pada mahasiswa. Dick and Carrey (1985), mengemukakan bahwa dalam merencanakan dalam satu unit pembelajaran ada tiga tahap, yaitu :
1.Kegiatan Pra pembelajaran
Dick dan carey (1985) menyebutnya pre instructional activities dan modul universitas terbuka menggunakan istilah pengantar atau kadang-kadang disebut pendahuluan.kegiatan awal tersebut dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa agar secara mental mental siap mempelajari pengetahuan, keterampilan dan sikap baru.seorang pengajar yang baik tidak akan mendadak memberikan topik. Pengajar harus bisa membawa suasana dengan pendahuluan. fungsi subkomponen pendahuluan ini akan tercermin dalam ketiga langkah di bawah ini :
a. Penjelasan singkat tentang isi pelajaran
b. Penjelasan relevansi isi pelajaran baru
c. Penjelasan tentang tujuan pembelajaran
Dengan selesainya ketiga pendahuluan tersebut, siswa telah mempunyai gambaran global tentang isi pelajaran yang akan dipelajari. Kaitannya dengan pengalaman sehari hari, bermotivasi tinggi untuk mempelajarinya, dan mungkin dapat mengorganisasikan kegiatan belajarnya sebaik-baiknya. Waktu yang dibutuhkan untuk ketiga kegiatan dalam komponen pendahuluan tersebut tidak banyak mungkin hanya 3-5 menit dari 45-90 menit waktu pelajaran tersebut.tetapi artinya cukup besar untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi belajar siswa.
5. Tindak Lanjut
Tindak lanjut adalah kegiatan yang dilakukan siswa setelah melakukan tes formatif dan mendapatkan umpan balik. Siswa yang telah mencapai hasil baik dalam tes formatif dapat meneruskan ke bagian pelajaran selanjutnya atau mempelajari bahan tambahan untuk memperdalam pengetauan yang telah dipelajarinya. Siswa yang mendapatkan hasil kurang dalam tes formatif harus mengulang isi pelajaran tersebut dengan menggunakan bahan instruksional yang sama atau berbeda. Petunjuk dari pengajar tentang apa yang harus dilakukan siswa merupakan salah satu bentuk pemberian tanda dan bantuan kepada siswa untuk memperlancar kegiatan belajar selanjutnya.
Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Uno, Hamzah. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : Bumi aksara
PROSEDUR PEMBELAJARAN oleh Dr. Toto Ruhimat, M.Pd, Bandung : UPI
www.teknologipendidikan.net/…/14-KODE-03-B5-Strategi-Pembelajaran-dan-Pemilihannya.pdf
Sulanam. Strategi dan Metode Pembelajaran. http://sulanam.sunan-ampel.ac.id/?p=78. Diunduh tanggal 28 April 2011.
Dharma, Surya. Tahapan Instruksional. http://www.scribd.com/doc/53429931/11/Tahapan-Instruksional. Diunduh tanggal 28 April 2011.
Sekolah adalah untuk anak didik. Tugas utama pendidik (guru) adalah mengusahakan agar setiap anak didik dapat belajar dengan efektif; baik secara individual ataupun secara kelompok. Artinya, mereka patut merasa betah atau merasa senang belajar di sekolah dan mereka dapat mencapai prestasi belajar yang tinggi. Karena itu diperlukanlah peran guru dalam mengelola kelas dengan baik agar dapat menunjang terciptanya proses belajar yang menyenangkan dan pencapaian prestasi belajar yang tinggi itu.
Proses pembelajaran merupakan rangkaian aktivitas dan interaksi antara siswa dan guru yang dikendalikan melalui perencanaan pembelajaran. Pelaksanaan proses pembelajaran perlu dilakukan secara sistematis berdasarkan prosedur pembelajaran yang telah dikembangkan. Oleh karena itu, salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh pembelajar adalah mampu memahami dan melaksanakan prosedur pembelajaran dalam pembelajaran kelompok, individual maupun klasikal. Untuk menerapkan kemampuan tersebut sebaiknya pembelajar harus mengetahu tentang konsep dan prinsip belaja, berbagai jenis strategi atau tahapan dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan KBK.
Pada makalah ini, kelompok kami akan membahas mengenai tahapan pembelajaran. Secara umum tahapan pembelajaran menjadi tiga tahapan sebagai berikut tahapan kegiatan prapembelajaran atau kegiatan awal pembelajaran, kegiatan inti pembelajaran dan kegiatan akhir pembelajaran. Setiap tahapan tersebut ditempuh secara sistematis, efektif dan efisien.
- B. Rumusan Masalah
- Apakah yang dimaksud dengan proses pembelajaran?
- Bagaimanakah proses pembelajaran yang harus dilakukan di kelas?
- Bagaimanakah bentuk tahapan pembelajaran menurut para ahli?
- Mengapa dibutuhkan pengetahuan tentang proses pembelajaran?
- C. Tujuan Penulisan
- Mengetahui pengertian dari proses pembelajaran.
- Mengetahui tahapan dalam proses pembelajaran.
- Mengetahui manfaat dari penerapan proses pembelajaran.
PEMBAHASAN
- A. Pengertian proses pembelajaran
Pelaksanaan proses belajar mengajar adalah proses berlangsungnya belajar mengajar di kelas yang merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah. Pelaksanaan pengajaran adalah interaksi guru dengan murid dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa dan untuk mencapai tujuan pengajaran (Winarno Surachmad, 1983: 257). Sedangkan menurut Roy. R Lefrancois seperti dikutip oleh Dimayati Mahmud (1989: 23), pelaksanaan pengajaran adalah pelaksanaan strategi-strategi yang telah dirancang untuk mecapai tujuan pengajaran.
Di dalam proses pembelajaran dibutuhkan strategi-strategi yang baik dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Kemp (1995). Dilain pihak Dick & Carey (1985) menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.
- B. Tahapan pembelajaran
B.1. Kegiatan Pra dan Awal Pembelajaran
Kegiatan pendahuluan dalam pembelajaran sering pula disebut dengan pra-instruksional. Fungsi kegiatan tersebut utamanya adalah untuk menciptakan awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Untuk memahami tentang kegiatan dan prosedur dalam kegiatan awal pembelajaran, di bawah ini akan diuraikan tentang kegiatan tersebut.
- 1. Menciptakan Kondisi Awal Pembelajaran
- Menciptakan Sikap dan Suasana Kelas yang Menarik
- Mengabsen Siswa
- Menciptakan Kesiapan Belajar Siswa
- membantu atau membimbing siswa dalam mempersiapkan fasilitas/sumber belajar yang diperlukan dalam kegiatan belajar;
- menciptakan kondisi belajar untuk meningkatkan perhatian siswa dalam belajar;
- menujukan minat dan penuh semangat yang tinggi dalam mengajar;
- mengontrol (mengelola) seluruh aktivitas siswa mulai dari awal pembelajaran;
- menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan menarik perhatian siswa;
- menentukan kegiatan belajar yang memungkinkan siswa dapat melakukannya.
- Menciptakan Suasana Belajar yang Demokratis
- 2. Melaksanakan Kegiatan Apersepsi dan atau Melaksanakan Tes Awal.
- Mengajukan pertanyaan tentang bahan pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya.
- Memberikan komentar terhadap jawaban siswa serta mengulas materi pelajaran yang akan dibahas.
- Membangkitkan motivasi dan perhatian siswa
Kegiatan inti dalam pembelajaran sangat memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran maupun dalam membentuk kemampuan siswa yang telah ditetapkan. Proses kegiatan inti dalam pembelajaran akan menggambarkan tentang penggunaan strategi dan pendekatan belajar yang digunakan guru dalam proses pembelajaran, karena pada hakekatnya kegiatan inti pembelajaran merupakan implementasi strategi dan pendekatan belajar.
Pada prinsipnya kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses pembentukan pengalaman dan kemampuan siswa secara terprogram yang dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu. Langkah kegiatan inti yang perlu dilakukan dalam pembelajaran secara sistematis sebagai berikut:
- 1. Memberitahukan tujuan atau garis besar materi dan kemampuan yang akan dipelajari.
- 2. Menyampaikan alternatif kegiatan belajar yang akan ditempuh siswa.
- 3. Membahas materi/menyajikan bahan pelajaran.
- 4. Menyimpulkan pelajaran.
a. Berorientasi pada acuan hasil belajar dan kompetensi dasar.
b. Singkat, jelas dan bahasa (tulis/lisan) mudah dipahami oleh siswa.
c. Kesimpulan tidak keluar dari topik yang telah dibahas.
d. Dapat menggunakan waktu sesingkat mungkin.
B.3. Kegiatan Akhir dan Tindak Lanjut Pembelajaran
Kegiatan akhir dalam pembelajaran tidak hanya diartikan sebagai kegiatan untuk menutup pelajaran, tetapi juga sebagai kegiatan penilaian hasil belajar siswa dan kegiatan tindak lanjut. Kegiatan tindak lanjut harus ditempuh berdasarkan pada proses dan hasil belajar siswa. Secara umum kegiatan akhir dan tindak lanjut pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru di antaranya:
1) Menilai hasil proses belajar mengajar.
2) Memberikan tugas/latihan yang dikerjakan di luar jam pelajaran.
3) Memberikan motivasi dan bimbingan belajar.
4) Menyampaikan alternatif kegiatan belajar yang dapat di lakukan siswa di luar jam pelajaran.
5) Berdasarkan hasil penilaian belajar siswa, kemungkinan siswa harus diberikan program pembelajaran secara perorangan atau kelompok untuk melaksanakan program pengayaan dan atau perbaikan yang dilakukan di luar jam pelajaran.
Kegiatan akhir dan tindak lanjut harus dilakukan secara sistematis dan fleksibel, sehingga dalam prosesnya akan dapat menunjang optimalisasi hasil belajar siswa. Prosedur kegiatan yang perlu ditempuh, setelah melaksanakan kegiatan pendahuluan dan kegiatan inti dalam pembelajaran, serta setelah menyimpulkan pelajaran, maka langkah selanjutnya yang harus dilaksanakan oleh guru adalah sebagai berikut:
- 1. Melaksanakan penilaian akhir
- 2. Mengkaji hasil penilaian akhir
- 3. Melaksanakan kegiatan tindak lanjut pembelajaran.
- Memberikan tugas atau latihan yang harus dikerjakan di rumah.
- Menjelaskan kembali bahan pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa.
- Menugaskan pada siswa untuk membaca topik tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
- Memberikan motivasi atau bimbingan belajar.
- 4. Mengemukakan tentang topik yang akan dibahas pada waktu yang akan datang
- Menutup kegiatan pembelajaran
- C. Tahapan pelaksanaan pembelajaran menurut para ahli.
- 1. Tahap pra Instruksional
- Guru menanyakan kehadiran siswa, dan mencatat siapa yang tidak hadir.
- Bertanya kepada siswa, sampai dimana pembahasan pelajaran sebelumnya.
- Mengajukan pertanyaan kepada siswa tentang bahan pelajaran yang sudah diberikan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sampai di mana pemahaman materi yang telah diberikan
- Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasainya dari pelajaran sebelumnya.
- Mengulang kembali bahan pelajaran yang telah lalu secara singkat tapi mencakup semua aspek bahan yang telah dibahas sebelumnya.
- 2. Tahap Instruksional
- Menjelaskan pada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai siswa.
- Menuliskan pokok materi yang akan dibahas hari itu yang diambil dari buku sumber yang telah disiapkan sebelumnya.
- Membahas pokok materi yang telah dituliskan tadi. Dalam pembahasan materi itu dapat ditempuh dua cara yakni: (a) pembahasan dimulai dari gambaran umum materi pengajaran menuju kepada topik secara lebih khusus, (b) dimulai dari topik khusus menuju topik umum.
- Pada setiap pokok materi yang dibahas sebaiknya diberikan contoh-contoh konkret. Demikian pula siswa harus diberikan pertanyaan atau tugas, untuk mengetahui tingkat pemahaman dari setiap pokok materi yang telah dibahas.
- Penggunaan alat bantu pengajaran untuk memperjelas pembahasan setiap pokok materi sangat diperlukan.
- Menyimpulkan hasil pembahasan dari pokok materi. Kesimpulan ini dibuat oleh guru dan sebaiknya pokok-pokoknya ditulis dipapan tulis untuk dicatat siswa. Kesimpulan dapat pula dibuat guru bersama-sama siswa, bahkan kalau mungkin diserahkan sepenuhnya kepada siswa.
- 3. Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut
- Mengajukan pertanyaan kepada kelas atau kepada beberapa murid mengenai semua aspek pokok materi yang telah dibahas pada tahap instruksional.
- Apabila pertanyaan yang diajukan belum dapat dijawab oleh siswa (kurang dari 70%), maka guru harus mengulang pengajaran.
- Untuk memperkaya pengetahuan siswa mengenai materi yang dibahas, guru dapat memberikan tugas atau PR.
- Akhiri pelajaran dengan menjelaskan atau memberitahukan pokok materi yang akan dibahas pada pelajaran berikutnya.
Dick dan Carey (1985) mengatakan bahwa suatu strategi pembelajaran menjelaskan komponen-komponen umum dari suatu set bahan pembelajaran dan prosedur-prosedur yang akan digunakan bersama bahan-bahan tersebut untuk menghasilkan hasil belajar tertentu pada mahasiswa. Dick and Carrey (1985), mengemukakan bahwa dalam merencanakan dalam satu unit pembelajaran ada tiga tahap, yaitu :
- Mengurutkan dan merumpun tujuan ke dalam pembelajaran
- Merencanakan prapembelajaran, pengetesan, dan kegiatan tindak lanjut
- Menyusun alokasi waktu berdasarkan strategi pembelajaran.
1.Kegiatan Pra pembelajaran
Dick dan carey (1985) menyebutnya pre instructional activities dan modul universitas terbuka menggunakan istilah pengantar atau kadang-kadang disebut pendahuluan.kegiatan awal tersebut dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa agar secara mental mental siap mempelajari pengetahuan, keterampilan dan sikap baru.seorang pengajar yang baik tidak akan mendadak memberikan topik. Pengajar harus bisa membawa suasana dengan pendahuluan. fungsi subkomponen pendahuluan ini akan tercermin dalam ketiga langkah di bawah ini :
a. Penjelasan singkat tentang isi pelajaran
b. Penjelasan relevansi isi pelajaran baru
c. Penjelasan tentang tujuan pembelajaran
Dengan selesainya ketiga pendahuluan tersebut, siswa telah mempunyai gambaran global tentang isi pelajaran yang akan dipelajari. Kaitannya dengan pengalaman sehari hari, bermotivasi tinggi untuk mempelajarinya, dan mungkin dapat mengorganisasikan kegiatan belajarnya sebaik-baiknya. Waktu yang dibutuhkan untuk ketiga kegiatan dalam komponen pendahuluan tersebut tidak banyak mungkin hanya 3-5 menit dari 45-90 menit waktu pelajaran tersebut.tetapi artinya cukup besar untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi belajar siswa.
- Penyajian Informasi
- 3. latihan (partisipasi siswa)
- 4. Tes formatif
5. Tindak Lanjut
Tindak lanjut adalah kegiatan yang dilakukan siswa setelah melakukan tes formatif dan mendapatkan umpan balik. Siswa yang telah mencapai hasil baik dalam tes formatif dapat meneruskan ke bagian pelajaran selanjutnya atau mempelajari bahan tambahan untuk memperdalam pengetauan yang telah dipelajarinya. Siswa yang mendapatkan hasil kurang dalam tes formatif harus mengulang isi pelajaran tersebut dengan menggunakan bahan instruksional yang sama atau berbeda. Petunjuk dari pengajar tentang apa yang harus dilakukan siswa merupakan salah satu bentuk pemberian tanda dan bantuan kepada siswa untuk memperlancar kegiatan belajar selanjutnya.
PENUTUP
- Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Uno, Hamzah. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : Bumi aksara
PROSEDUR PEMBELAJARAN oleh Dr. Toto Ruhimat, M.Pd, Bandung : UPI
www.teknologipendidikan.net/…/14-KODE-03-B5-Strategi-Pembelajaran-dan-Pemilihannya.pdf
Sulanam. Strategi dan Metode Pembelajaran. http://sulanam.sunan-ampel.ac.id/?p=78. Diunduh tanggal 28 April 2011.
Dharma, Surya. Tahapan Instruksional. http://www.scribd.com/doc/53429931/11/Tahapan-Instruksional. Diunduh tanggal 28 April 2011.
pembelajaran bahasa indonesia
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Untuk
mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang strategi pembelajaran
Bahasa Indonesia dan efektivitasnya terhadap pencapaian tujuan belajar,
kajian pustaka penelitian ini akan difokuskan pada (1) pembelajaran
bahasa, (2) strategi pembelajaran Bahasa Indonesia, meliputi metode dan
teknik pembelajaran Bahasa Indonesia, dan (3) hasil pembelajaran
2.1 Pembelajaran Bahasa
Pembelajaran merupakan
upaya membelajarkan siswa Degeng (1989). Kegiatan pengupayaan ini akan
mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan
efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan
karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan
strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi
penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran,
dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu,
setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi
pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian,
dengan memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis
kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat
terpenuhi. Gilstrap dan Martin (1975) juga menyatakan bahwa peran
pengajar lebih erat kaitannya dengan keberhasilan pebelajar, terutama
berkenaan dengan kemampuan pengajar dalam menetapkan strategi
pembelajaran.
Belajar
bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu,
pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar
dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995). Hal ini
relevan dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pebelajar bahasa
diarahkan ke dalam empat subaspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak,
dan mendengarkan.
Sedangkan
tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran (1999) adalah keterampilan
komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang
dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai,
dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan
menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Sementara itu, dalam
kurikulum 2004 untuk SMA dan MA, disebutkan bahwa tujuan pemelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia secara umum meliputi (1) siswa menghargai
dan membanggakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional)
dan bahasa negara, (2) siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi
bentuk, makna, dan fungsi,serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif
untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan, (3) siswa memiliki
kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, kematangan emosional,dan kematangan sosial, (4) siswa
memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis),
(5) siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk
mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan (6) siswa
menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya
dan intelektual manusia Indonesia.
Untuk
mencapai tujuan di atas, pembelajaran bahasa harus mengetahui
prinsip-prinsip belajar bahasa yang kemudian diwujudkan dalam kegiatan
pembelajarannya, serta menjadikan aspek-aspek tersebut sebagai petunjuk
dalam kegiatan pembelajarannya. Prinsip-prinsip belajar bahasa dapat
disarikan sebagai berikut. Pebelajar akan belajar bahasa dengan baik
bila (1) diperlakukan sebagai individu yang memiliki
kebutuhan dan minat, (2) diberi kesempatan berapstisipasi dalam
penggunaan bahasa secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas,
(3) bila ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk,
keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa,
(4) ia disebarkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung
dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran, (5) jika menyadari
akan peran dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik
yang tepat menyangkut kemajuan mereka, dan (7) jika diberi kesempatan
untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri (Aminuddin, 1994).
2.2 Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembicaraaan
mengenai strategi pembelajaran bahasa tidak terlepas dari pembicaraan
mengenai pendekatan, metode, dan teknik mengajar. Machfudz (2002) mengutip penjelasan Edward M. Anthony (dalam H. Allen and Robert, 1972) menjelaskan sebagai berikut.
2.2.1 Pendekatan Pembelajaran
Istilah
pendekatan dalam pembelajaran bahasa mengacu pada teori-teori tentang
hakekat bahasa dan pembelajaran bahasa yang berfungsi sebagai sumber
landasan/prinsip pengajaran bahasa. Teori tentang hakikat bahasa
mengemukakan asumsi-asumsi dan tesisi-tesis tentang hakikat bahasa,
karakteristik bahasa, unsur-unsur bahasa, serta fungsi dan pemakaiannya
sebagai media komunikasi dalam suatu masyarakat bahasa. Teori belajar
bahasa mengemukakan proses psikologis dalam belajar bahasa sebagaimana
dikemukakan dalam psikolinguistil. Pendekatan pembelajaran lebih
bersifat aksiomatis dalam definisi bahwa kebenaran teori-teori
linguistik dan teori belajar bahasa yang digunakan tidak dipersoalkan
lagi. Dari pendekatan ini diturunkan metode pembelajaran bahasa.
Misalnya dari pendekatan berdasarkan teori ilmu bahasa struktural yang
mengemukakan tesis-tesis linguistik menurut pandangan kaum strukturalis
dan pendekatan teori belajar bahasa menganut aliran behavioerisme
diturunkan metode pembelajaran bahasa yang disebut Metode Tata Bahasa (Grammar Method).
2.2.2 Metode Pembelajaran
Istilah
metode berarti perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan materi
pelajaran bahasa secara teratur. Istilah ini bersifat prosedural dalam
arti penerapan suatu metode dalam pembelajaran bahasa dikerjakan dengan
melalui langkah-langkah yang teratur dan secara bertahap, dimulai dari
penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian pengajaran, proses belajar
mengajar, dan penilaian hasil belajar.
Dalam
strategi pembelajaran, terdapat variabel metode pembelajaran dapat
diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu strategi pengorganisasian
isi pembelajaran, (b) strategi penyampaian pembelajaran, dan (c)
startegi pengelolaan pembelajaran (Degeng, 1989). Hal ini akan
dijelaskan sebagai berikut.
(a) Strategi Pengorganisasian Isi Pembelajaran
Adalah
metode untuk mengorganisasikan isi bidang studi yang telah dipilih
untuk pembelajaran. “Mengorganisasi” mengacu pada tindakan seperti
pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan lain-lain
yang setingkat dengan itu. Strategi penyampaian pembelajaran adalah
metode untuk menyampaikan pembelajaran kepada pebelajar untuk menerima
serta merespon masukan yang berasal dari pebelajar. Adapun startegi
pengelolaan pembelajaran adalah metode untuk menata interaksi antara
pebelajar dengan variabel pengorganisasian dan penyampaian isi
pembelajaran.
Strategi
pengorganisasian isi pembelajaran dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
strategi pengorganisasian pada tingkat mikro dan makro. Strategi mikro
mengacu pada metode untuk mengorganisasian isi pembelajaran yang
berkisar pada satu konsep atau prosedur atau prinsip. Sedangkan
strategi makro mengacu pada metode untuk mengorganisasi isis
pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu konsep atau prosedur atau
prinsip. Strategi makro lebih banyak berurusan dengan bagaimana
memilih, menata ururtan, membuat sintesis, dan rangkuman isi
pembelajaran yang paling berkaitan. Penataan ururtan isi mengacku pada
keputusan tentang bagaimana cara menata atau menentukan ururtan konsep,
prosedur atau prinsip-prinsip hingga tampak keterkaitannya dan menjadi
mudah dipahami.
(b) Strategi Penyampaian Pembelajaran
Strategi
penyampaian pembelajaran merupakan komponen variabel metode untuk
melaksanakan proses pembelajaran. Strategi ini memiliki dua fungsi,
yaitu (1) menyampaikan isi pembelajaran kepada pebelajar, dan (2)
menyediakan informasi atau bahan-bahan yang diperlukan pebelajar untuk
menampilkan unjuk kerja (seperti latihan tes).
Secara
lengkap ada tiga komponen yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsikan
strategi penyampaian, yaitu (1) media pembelajaran, (2) interaksi
pebelajar dengan media, dan (3) bentuk belajar mengajar.
(1) Media Pembelajaran
Media
pembelajaran adalah komponen strategi penyampaian yang dapat dimuat
pesan yang akan disampaikan kepada pebelajar baik berupa orang, alat,
maupun bahan. Interkasi pebelajar dengan emdia adalah komponen strategi
penyampaian pembelajaran yang mengacu kepada kegiatan belajar. Adapun
bentuk belajar mengajar adalah komponen strategi penyampaian
pembelajaran yang mengacu pada apakah pembelajaran dalam kelompok
besar, kelompok kecil, perseorangan atau mandiri (Degeng, 1989).
Martin
dan Brigss (1986) mengemukakan bahwa media pembelajaran mencakup semua
sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan pembelajaran.
Essef
dan Essef (dalam Salamun, 2002) menyebutkan tiga kriteria dasar yang
dapat digunakan untuk menyeleksi media, yaitu (1) kemampuan interaksi
media di dalam menyajikan informasi kepada pebelajar, menyajikan respon
pebelajar, dan mengevaluasi respon pebelajar, (2) implikasi biaya atau
biaya awal melipui biaya peralatan, biaya material (tape, film, dan
lain-lain) jumlah jam yang diperlukan, jumlah siswa yang menerima
pembelajaran, jumlah jam yang diperlukan untuk pelatihan, dan (3)
persyaratan yang mendukungh atau biaya operasional.
(2) Interaksi Pebelajar Dengan Media
Bentuk
interaksi antara pembelajaran dengan media merupakan komponen penting
yang kedua untuk mendeskripsikan strategi penyampaian. Komponen ini
penting karena strategi penyampaian tidaklah lengkap tanpa memebri
gambaran tentang pengaruh apa yang dapat ditimbulkan oleh suatu media
pada kegiatan belajar siswa. Oleh sebab itu, komponen ini lebih menaruh
perhatian pada kajian mengenai kegiatan belajar apa yang dilakukan oleh
siswa dan bagaimana peranan media untuk merangsang kegiatan
pembelajaran.
(3) Bentuk Belajar Mengajar
Gagne
(1968) mengemukakan bahwa “instruction designed for effective learning
may be delivered in a number of ways and may use a variety of media”.
Cara-cara untuk menyampaikan pembelajaran lebih mengacu pada jumlah
pebelajar dan kreativitas penggunaan media. Bagaimanapun juga
penyampaian pembelajaran dalam kelas besar menuntu penggunaan jenis
media yang berbeda dari kelas kecil. Demikian pula untuk pembelajaran
perseorangan dan belajar mandiri.
(c) Strategi Pengelolaan Pembelajaran
Strategi
pengelolaan pembelajaran merupakan komponen variabel metode yang
berurusan dengan bagaimana interaksi antara pebelajar dengan
variabel-variabel metode pembelajaran lainnya. Strategi ini berkaitan
dengan pengambilan keputusan tentang strategi pengorganisasian dan
strategi penyampaian tertentu yang digunakan selama proses
pembelajaran. Paling sedikit ada empat klasifikasi variabel strategi
pengelolaan pembelajaran yang meliputi (1) penjadwalan penggunaan
strategi pembelajaran, (2) pembuatan catatan kemajuan belajar siswa,
dan (3) pengelolaan motivasional, dan (4) kontrol belajar.
Penjadwalan
penggunaan strategi pembelajaran atau komponen suatu strategi baik
untuk strategi pengorganissian pembelajaran maupun strategi penyampaian
pembelajaran merupakan bagian yang penting dalam pengelolaan
pembelajaran. Penjadwalan penggunaan strategi
pengorganisasian pembelajaran biasanya mencakup pertanyaan “kapan dan
berapa lama siswa menggunakan setiap komponen strategi
pengorganisasian”. Sedangkan penjadwalan penggunaan strategi
penyampaian melibatkan keputusan, misalnya “kapan dan untuk berapa lama
seorang siswa menggunakan suatu jenis media”.
Pembuatan
catatan kemajuan belajar siswa penting sekali bagi keperluan
pengambilan keputusan-keputusan yang terkait dengan strategi
pengelolaan. Hal ini berarti keputusan apapun yang dimabil haruslah
didasarkan pad ainformasi yang lengkap mengenai kemajuan belajar siswa
tentang suatu konsep, prosedur atau prinsip? Bila menggunakan
pengorganisasian dengan hierarki belajar, keputusna yang tepat mengenai
unsur-unsur mana saja yang ada dalam hierarki yang diajarkan perlu
diambil. Semua ini dilakukan hanya apabila ada catatan yang lengkap
mengenai kemajuan belajar siswa.
Pengelolaan
motivasional merupakan bagian yang amat penting dari pengelolaan
inetraksi siswa dengan pembelajaran. Gunanya untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa. Sebagian besar bidang kajian studi sebenarnya
memiliki daya tarik untuk dipelajari, namun pembelajaran gagal
menggunakannya sebagai alat motivasional. Akibatnya, bidang studi
kehilangan daya tariknya dan yang tinggal hanya kumpulan fakta dan
konsep, prosedur atau prinsip yang tidak bermakna.
Jack C. Richards dan Theodore S. Rodgers (dalam Machfudz, 2002) menyatakan dalam bukunya “Approaches and Methods in Language Teaching” bahwa metode pembelajaran bahasa terdiri dari (1) the oral approach and stiuasional language teaching, (2) the audio lingual method, (3) communicative language teaching, (4) total phsyical response, (5) silent way, (6) community language learning, (7) the natural approach, dan (8) suggestopedia.
Saksomo
(1984) menjelaskan bahwa metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
antara lain (1) metode gramatika-alih bahasa, (2) metode
mimikri-memorisasi, (3) metode langsung, metode oral, dan metode alami,
(4) metode TPR dalam pengajaran menyimak dan berbicara, (5) metode
diagnostik dalam pembelajaran membaca, (6) metode SQ3R dalam
pembelajaran membaca pemahaman, (7) metode APS dan metode WP2S dalam
pembelajaran membaca permulaan, (8) metode eklektik dalam pembelajaran
membaca, dan (9) metode SAS dalam pembelajaran membaca dan menulis
permulaan.
Menurut
Reigeluth dan Merril (dalam Salamun, 2002) menyatakan bahwa klasifikasi
variabel pembelajaran meliputi (1) kondisi pembelajaran, (2) metode
pembelajaran, dan (3) hasil pembelajaran.
(1) Kondisi Pembelajaran
Kondisi
pembelajaran adalah faktor yang mempengaruhi efek metode dalam
meningkatkan hasil pembelajaran (Salamun, 2002). Kondisi ini tentunya
berinteraksi dengan metode pembelajaran dan hakikatnya tidak dapat
dimanipulasi. Berbeda dengan halnya metode pembelajaran yang
didefinisikan sebagai cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil
pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi pembelajaran yang berbeda.
Semua cara tersebut dapat dimanipulasi oleh perancang-perancang
pembelajaran. Sebaliknya, jika suatu kondisi pembelajaran dalam suatu
situasi dapat dimanipulasi, maka ia berubah menjadi metode
pembelajaran. Artinya klasifikasi variabel-variabel yang termasuk ke
dalam kondisi pembelajaran, yaitu variabel-variabelmempengaruhi
penggunaan metode karena ia berinteraksi dengan metode
danm sekaligus di luar kontrol perancang pembelajaran. Variabel dalam
pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu (a) tujuan
dan karakteristik bidang stuydi, (bahasa) kendala dan karakteristik
bidang studi, dan (c) karakteristik pebelajar.
(2) Metode Pembelajaran
Machfudz
(2000) mengutip penjelasan Edward M. Anthony (dalam H. Allen and
Robert, 1972) menjelaskan bahwa istilah metode dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia berarti perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan
materi pelajaran bahasa secara teratur. Istilah ini lebih bersifat
prosedural dalam arti penerapan suatu metode dalam pembelajaran bahasa
dikerjakan dengan melalui langkah-langkah yang teratur dan secara
bertahap, dimulai dari penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian
pengajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar.
Sedangkan menurut Salamun (2002), metode pembelajaran adalah cara-cara
yang berbeda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah
kondisi yang berbeda. Jadi dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran
adalah sebuah cara untuk perencanaan secara utuh dalam menyajikan
materi pelajaran secara teratur dengan cara yang berbeda-beda untuk
mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda.
(3) Hasil Pembelajaran
Hasil
pembelajaran adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator
tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran (Salamun, 2002).
Variabel hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian,
yaitu kefektifav, (2) efisiensi, dan (3) daya tarik.
Hasil
pembelajaran dapat berupa hasil nyata (actual outcomes), yaitu hasil
nyata yang dicapai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi
tertentu, dan hasil yang diinginkan (desired outcomes), yaitu tujuan
yang ingin dicapai yang sering mempengaruhi keputusan perancang
pembelajaran dalam melakukan pilihan metode sebaiknya digunakan
klasifikasi variabel-variabel pembelajaran tersebut secara keseluruhan
ditunjukkan dalam diagram berikut.
Kondisi
|
Tujuan dan karakteristik bidang studi
|
Kendala dan karakteristik bidang studi
|
Karakteristik siswa
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
Metode
|
Strategi pengorganisasian pembelajaran: strategi makro dan strategi mikro
|
Strategi penyampaian pembelajaran
|
Strategi pengelolaan pembelajaran
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Hasil
|
Keefektifan, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran
|
Diagram 1: Taksonomi variabel pembelajaran (diadaptasi dari Reigeluth dan Stein: 1983)
Keefektifan
pembelajaran dapat diukur dengan tingkat pencapaian pebelajar.
Efisiensi pembelajaran biasanya diukur rasio antara jefektifan dan
jumlah waktu yang dipakai pebelajar dan atau jumlah biaya pembelajaran
yang digunakan. Daya tatik pembelajaran biasanya juga dapat diukur
dengan mengamati kecenderungan siswa untun tetap terus belajar. Adapaun
daya tarik pembelajaran erat sekali dengan daya tarik bidang studi.
Keduanya dipengaruhi kualitas belajar.
2.2.3 Teknik Pembelajaran
Istilah
teknik dalam pembelajaran bahasa mengacu pada pengertian implementasi
perencanaan pengajaran di depan kelas, yaitu penyajian pelajaran dalam
kelas tertentu dalam jam dan materi tertentu pula. Teknik mengajar
berupa berbagai macam cara, kegiatan, dan kiat (trik) untuk menyajikan
pelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Teknik
pembelajaran bersifat implementasi, individual, dan situasional.
Saksomo
(1983) menyebutkan teknik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia antara
lain (1) ceramah, (2) tanya—jawab , (3) diskusi, (4) pemebrian tugas
dan resitasi, (5) demonstrasi dan eksperimen, (6) meramu pendapat (brainstorming),
(7) mengajar di laboratorium, (8) induktif, inkuiri, dan diskoveri, (9)
peragaan, dramatisasi, dan ostensif, (10) simulasi, main peran, dan
sosio-drama, (11) karya wisata dan bermain-main, dan (12) eklektik,
campuran, dan serta—merta.
DAFTAR PUSTAKA
Basiran, Mokh. 1999. Apakah yang Dituntut GBPP Bahasa Indonesia Kurikulum 1994?. Yogyakarta: Depdikbud
Darjowidjojo, Soenjono. 1994. Butir-butir Renungan Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Makalah
disajikan dalam Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa Asing. Salatiga: Univeristas Kristen Satya Wacana
Degeng, I.N.S. 1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi. Malang: IKIP dan IPTDI
Depdikbud. 1995. Pedoman Proses Belajar Mengajar di SD. Jakarta: Proyek Pembinaan Sekolah Dasar
Machfudz, Imam. 2000. Metode Pengajaran Bahasa Indonesia Komunikatif. Jurnal Bahasa dan Sastra UM
Moeleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya.
Saksomo, Dwi. 1983. Strategi Pengajaran Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang
Salamun, M. 2002. Strategi Pembelajaran Bahasa Arab di Pondok Pesantren. Tesis.. Tidak diterbitkan
Sholhah, Anik. 2000. Pertanyaan Tutor dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing di UM. Skripsi. Tidak diterbitkan.
Subyakto, Sri Utari. 1988. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud
Sugiono, S. 1993. Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Makalah disajikan dalam Konferensi Bahasa Indonesia; VI. Jakarta: 28 Oktober—2 Nopember 1993
Suharyanto. 1999. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD. Yogyakarta: Depdikbud
Langganan:
Postingan (Atom)